Ilustrasi. Pengamat sebut tagar #TagihanPLNOkSaja yang dipakai PLN tak efektif dan malah jadi bumerang. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
LENSAPANDAWA.COM – Pakar media sosial dari Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi menyebut tagar PLN untuk mengatasi amarah netizen terkait lonjakan tagihan listrik bisa jadi bumerang atau serangan balik ke PLN.
Tagar #TagihanPLNOkSaja muncul setelah pelanggan layanan listrik negara itu mengeluh lonjakan listrik yang tak lazim. Beberapa warganet mengakui lonjakan tagihan abnormal hingga 10 kali lipat di kala pandemi Covid-19.
“Tagar #TagihanPLNOkSaja ini bisa jadi contoh sempurna, dimana sebuah kampanye online yang niatnya bagus untuk mengelola krisis, malah mendapat “backfire” atau serangan balik negatif yang lebih kuat, dengan tagar perlawanan #TagihanPLNOkSajaNdasmu dan #PLNVangke,” kata Ismail lewat cuitannya.
Namun, alih-alih berusaha menjelaskan isu kenaikan tarif selama masa kerja dari rumah (WFH). Ismil menjelaskan tagar #TagihanPLNOkSaja malah jadi serangan balik ke PLN.
[Gambas:Twitter]
Ismail mengatakan tagar #TagihanPLNOkSaja menjadi bertolak belakang karena top tweet di tagar itu bukan dari PLN. Akan tetapi, malah dari warganet yang memperlihatkan tagihan listrik Rp20 Juta dari Rp2,5 juta.
[Gambas:Twitter]
Analisis Ismail menyebut ada banyak akun bodong yang ikut meramaikan tagar #TagihanPLNOkSaja. Akun-akun tersebut ada yang tidak memiliki follower, ada juga yang hanya memiliki 1 follower.
[Gambas:Twitter]
Ismail menyimpulkan tagar #TagihanPLNOkSaja bertolak belakang dengan beberapa kasus tagihan melonjak. Sebab kalau memang ada yang tidak jelas atau ‘tidak oke’, seharusnya jangan dibuat tagar ‘ok’
Ismail mengatakan seharusnya memainkan tagar yang lebih netral atau minta maaf untuk meredakan keluhan warganet. Ia memberikan contoh tagar #PenjelasanTagihanPLN, #TentangTagihanPLN, atau #TagihanPLN101. Tagar ini dianggap tidak menyinggung emosi pelanggan yang tagihannya ‘tidak oke’.
Tagar #SorryBroSoalTagihanPLN, juga disarankan agar terlihat lebih empatik terhadap para konsumen
“Saya kira ini soal pemilihan tagar yang tidak tepat. Menurut saya, kalau memang ada yang tidak OK, ya jangan dibilang OK. Soalnya malah kontra dengan mereka yang kasusnya tidak OK,” tutur Ismail.
Ismail kemudian menjelaskan emosi awal dalam tagar #TagihanPLNOkSaja didominasi oleh ‘anticipation’ saat sedang mengalami puncak pada 9 Juni pukul 12.00 WIB. Emosi tersebut berisi harapan agar masyarakat mengerti cara perhitungan tagihan dan mengerti keadaan yang sudah dijelaskan dengan baik.
Akan tetapi, mulai pukul 17:30 di hari yang sama (9 Juni), emosi “anger” atau marah mulai naik pesat. Emosi ini dicetuskan oleh cuitan @MudjiburRohman. (jnp/eks)