Dunia Pendidikan di Kabupaten Lampung Tengah Sedang Tidak Baik-Baik Saja: LSM BASMI Laporkan Ke Polda Lampung

oleh
oleh

 

Lamteng, lensapandawa.com – Kabupaten Lampung Tengah tengah dihadapkan pada kenyataan pahit dalam dunia pendidikan. Sejumlah kasus dugaan korupsi yang melibatkan Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Tengah terus mencuat ke permukaan. Keberanian para aktivis anti-korupsi dalam membongkar dugaan praktik haram ini semakin memperjelas bahwa dinas tersebut seolah berada di atas hukum dan sulit tersentuh aparat penegak hukum.

 

Salah satu kasus yang kini menjadi sorotan adalah dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). LSM Barisan Muda Indonesia (BASMI) telah secara resmi melaporkan Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Tengah ke Polda Lampung. Dalam laporannya, LSM BASMI meyakini bahwa dinas tersebut telah menyalahgunakan wewenangnya dengan mengondisikan seluruh kepala sekolah untuk membeli gambar resmi Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur, serta Bupati dan Wakil Bupati seharga Rp900 ribu untuk tiga pasang foto tersebut.

 

Pembelian gambar tersebut tidak dilakukan secara sukarela, melainkan dengan tekanan melalui Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) untuk jenjang SD dan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) untuk jenjang SMP, baik negeri maupun swasta. Para kepala sekolah, meskipun merasa keberatan dengan harga yang tidak masuk akal itu, terpaksa menuruti perintah karena takut akan ancaman terhadap posisi mereka. Bahkan, mereka kebingungan dalam menyusun Surat Pertanggungjawaban (SPJ) penggunaan dana BOS untuk pembelian tersebut, yang jelas-jelas menyimpang dari aturan yang berlaku.

 

Selain dugaan penyalahgunaan dana BOS, Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Tengah juga diduga kuat melakukan praktik korupsi dalam penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Indikasi ini semakin menguat setelah peristiwa ambruknya plafon salah satu ruang kelas di SD Negeri 4 Setia Bakti, Kecamatan Seputih Banyak, pada Minggu, 2 Maret 2024.

 

Padahal, ruangan tersebut baru saja direhabilitasi tahun 2024 dengan anggaran sebesar Rp250 juta. Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar, mengingat total anggaran yang dikucurkan untuk pembangunan di sekolah tersebut mencapai Rp750 juta, terdiri dari Rp250 juta untuk ruang kelas, Rp250 juta untuk laboratorium komputer, dan Rp250 juta untuk ruang guru. Anehnya, dalam satu lokasi proyek, anggaran dipecah menjadi tiga bagian, yang semakin memperkuat dugaan bahwa proyek ini dikondisikan untuk memuluskan praktik korupsi.

 

Lebih parahnya lagi, meskipun menelan anggaran fantastis, hasil pekerjaan justru tampak asal-asalan. Hal ini terbukti dengan ambruknya plafon hanya dalam hitungan bulan setelah renovasi. Untungnya, kejadian ini terjadi pada hari Minggu saat kegiatan belajar mengajar sedang libur karena bulan Ramadan. Jika peristiwa ini terjadi saat jam sekolah, bisa dipastikan banyak siswa yang menjadi korban akibat keserakahan dan kelalaian Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Tengah.

 

Masyarakat dan para aktivis anti-korupsi kini menuntut aparat penegak hukum untuk segera memeriksa Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Tengah beserta jajarannya. Jangan sampai penindakan hukum hanya dilakukan setelah adanya korban jiwa. Kasus ini menjadi ujian besar bagi aparat penegak hukum di Lampung dalam menegakkan supremasi hukum dan membersihkan dunia pendidikan dari praktik kotor yang mencoreng masa depan anak bangsa.

 

Pendidikan seharusnya menjadi pilar utama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan menjadi lahan empuk bagi segelintir oknum untuk mengeruk keuntungan pribadi. Rakyat menunggu langkah nyata dari aparat hukum dalam mengusut kasus ini hingga tuntas.( RED )