Ilustrasi gunung erupsi. (ANTARA FOTO/Agus Sarnyata).
LENSAPANDAWA.COM – Dalam kurun waktu 72 jam, Gunung Taal di Filipina, Gunung Shintake di Jepang, dan Gunung Popocatepetl di Meksiko mengalami erupsi. Gunung-gunung ini berada di kawasan Cincin Api Pasifik, gunung-gunung Indonesia juga berada di kawasan yang sama.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) telah menegaskan meletusnya tiga gunung tersebut terjadi secara kebetulan dan tidak saling berkaitan. Meletusnya tiga gunung juga disebut tak akan meningkatkan aktivitas gunung api di Indonesia.
Terkait langkah mitigasi bencana gunung api, PVMBG melakukan pemantauan 69 gunung api paling aktif yang ada di Indonesia melalui 77 Pos Pengamatan Gunung Api yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.
“Pos-pos ini memonitor aktivitas gunung api secara menerus 24 jam setiap hari tanpa hari libur,” ujar Kepala Bidang Mitigasi PVMBG Wilayah Timur, Devy Kamil Syahbana saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (15/1)
Saat ini, Devy menjelaskan potensi erupsi semua gunung api di Indonesia dievaluasi secara periodik. Hasil evaluasi ini berupa informasi aktivitas gunung api, status tingkat aktivitasnya dan juga rekomendasi bagi masyarakat.
Devy mengatakan semua informasi ini dikirimkan ke pemerintah daerah setempat maupun ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Selain itu, informasi ini juga diinformasikan ke publik melalui platform web MAGMA Indonesia, maupun melalui aplikasi Android MAGMA Indonesia yang bisa di-download di Google Playstore.
“Masyarakat di mana pun berada bisa mendapatkan informasi potensi erupsi gunung api Indonesia secara realtime,” kata Devy.
Devy menjelaskan gunung-gunung api di Indonesia dimonitor dengan menggunakan peralatan-peralatan dari banyak metode seperti visual/cctv, seismik, deformasi, geokimia, remote sensing satelit, dan lain-lain.
“Umumnya semua peralatan dipasang di tubuh gunung api dan ada pula yang bersifat alat survei seperti Drone. Semua peralatan ini menghasilkan data-data yang diolah oleh para ahli vulkanologi di PVMBG,” ujar Devy.
Devy menjelaskan pemantauan dan manajemen krisis gunung api di Indonesia meraih penghargaan yang terbaik di dunia pada 2018. Penghargaan ini diberikan oleh IAVCEI (International Association of Volcanology and Chemistry of the Earth’s Interior) yang notabene adalah organisasi gunung api terbesar di dunia.
“Penghargaan ini diberikan di Napoli, Italia ke delegasi Indonesia yakni PVMBG karena dinilai sebagai institusi terbaik untuk saat ini dalam hal tersebut,” ujarnya.
Di sisi lain, ahli vulkanologi Surono mengatakan alat-alat deteksi gunung api tersebut harus didukung oleh analisis yang tepat dari para ahli vulkanologi.
Mantan Kepala PVMBG ini berharap agar para ahli vulkanologi di Indonesia tak hanya jago berbicara di seminar tapi memiliki analisis tepat untuk mengurangi risiko bencana.
“Dari data yang diolah, ahli gunung api harus mampu memberikan kesimpulan yang cepat, tepat dan akurat. Sebab, masalah ilmu vulkanologi di Indonesia bukan untuk berbusa-busa di seminar, tetapi berkaitan langsung dengan dampak sosio ekonomi masyarakat di sekitar gunung api,” kata Surono.
Demikian berita ini dikutip dari CNNINDONESIA.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.