Ilustrasi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
LENSAPANDAWA.COM – Perusahaan investasi raksasa asal Jepang Softbank baru saja menghadapi mimpi buruk setelah terbitnya catatan kerugian terbit dalam laporan keuangan kuartal beberapa waktu lalu. Kerugian ini menjadi kali pertama dalam kurun 14 tahun terakhir.
Catatan kerugian Softbank tak terlepas dari investasi besar pada perusahaan rintisan (startup) yang belum menghasilkan cuan dan justru mengalami penurunan valuasi secara drastis, seperti Wework dan Uber. Softbank terpaksa harus menyelamatkan valuasi Wework hingga mengorbankan ‘kantong pribadi’ perusahaan.
Beberapa waktu lalu, Wework memang diketahui terancam kehabisan dana karena aksi bakar uang yang dilakukan. Setiap kuartal Wework disebut-sebut membakar uang hingga US$700 juta.
Untuk menyelamatkan Wework, Softbank menyuntikkan dana hingga US$9,5 miliar dan menguasai 80 persen saham perusahaan. Saat ini valuasi perusahaan sudah turun dari US$47 miliar menjadi US$8 miliar-USD$9 miliar.
Tak jauh berbeda dengan Uber. Pada kuartal dua 2019, pendapatan Uber tercatat US$3,16 miliar. Namun kerugian yang dicatat pun tak kalah besar, yakni mencapai US$5,2 miliar. Techcrunch melansir, Ini adalah kerugian terbesar perusahaan.
Padahal, total pendanaan yang sudah dikumpulkan Uber yang berdiri sejak 2009 itu sebesar US$24,7 miliar atau setara Rp346,7 triliun)dari 22 putaran pendanaan. Uang yang tak sedikit untuk perusahaan yang masih merugi.
Tak cuma itu, nilai valuasi perusahaan ini pun sempat turun. Dikutip dari Investopedia, Pada putaran pendanaan terakhir Januari 2018, nilai valuasi Uber turun dari US$70 miliar menjadi US$48 miliar.
Model bisnis startup memang berbeda dari bisnis konvensional pada umumnya. Para pelaku usaha rintisan kerap harus lebih menguras keringat untuk memperkenalkan produk yang tersedia kepada konsumen.
Demi mengenalkan produk, startup sulit terlepas dari upaya ‘bakar uang’ atau menghabiskan dana untuk kegiatan pemasaran yang tak menghasilkan keuntungan langsung. Biasanya berbentuk insentif kepada konsumen.
Namun, sejumlah kalangan menilai fenomena bakar uang akan menyurut, bahkan menghilang dalam beberapa masa ke depan. Pasalnya, perusahaan modal ventura bakal lebih memilih berinvestasi pada startup yang menjalankan strategi yang lebih prudent dan menargetkan pendapatan dalam jangka panjang, ketimbang hanya mengejar pertumbuhan pengguna.
Terbukti, salah satu dari lima startup unicorn nasional yang berkomitmen untuk mengubah strategi ialah Tokopedia. Setelah 10 tahun merugi, manajemen mengincar mencetak laba tahun depan.
CEO Tokopedia William Tanuwijaya menekankan persaingan yang harus dilakukan yakni dengan inovasi. Bukan hanya dengan bakar uang.
“Secara komitmen tahun depan kita sudah profitable. Menghadapi persaingan apapun ayo. Strateginya tahun depan harus profit,” ungkap William dalam pemberitaan beberapa waktu lalu.
Chairman yayasan independen Nexticorn Daniel Tumiwa memperkirakan fenomena bakar uang para startup masih akan terus ada dalam beberapa waktu ke depan, namun jangka waktu bagi setiap startup akan jauh lebih pendek dari masa sebelumnya.
Selain itu, perusahaan modal ventura (venture capital) akan mengawasi startup agar dana investasinya digunakan secara lebih terjaga.
“Fenomena bakar uang akan terus ada, tapi akan jauh lebih pendek dan akan lebih akuntabel terhadap uang yang dikeluarkan,” ujar Daniel di Bali, Jumat (15/11).
VP Investment BRI Ventures William Gozali mengungkapkan hal yang sama. Menurut dia setiap startup pasti memiliki perhitungan masing-masing ketika melakukan ‘bakar uang’. Apalagi saat ini, perkembangan startup digital masih seumur jagung, sehingga masyarakat masih butuh waktu berkenalan dengan produk startup.
“Kita lihat startup di Indonesia masih muda-muda, kita baru selesaikan dekade pertama. Dekade berikutnya tentu akan banyak pelajaran yang bisa diambil dari sebelumnya,” ungkapnya.
Setelah edukasi kepada konsumen dilakukan dan pasar sudah matang, maka biaya pemasaran akan lebih efisien. Alhasil, siklus bakar uang pun akan menjadi lebih singkat.
“Dari pemain besar juga sudah statement mulai mengarah ke profitablitas. Ini tren bagus karena kita tidak mau produk digital bermain perang harga, tetapi mau lihat the best produknya,” tuturnya. [Gambas:Video CNN]Portofolio Manager Salim Group Edmund Carulli mengaku mencari startup yang mampu menjalankan strategi bernilai, ketimbang membakar uang.
Dia meyakini pertumbuhan pengguna yang berkelanjutan tanpa upaya bakar uang yang berlebihan akan membuat perkembangan bisnis startup lebih baik.
“Kami lebih mencari startup dengan sustainable growth, lihat dari tren sekarang, dari awal kita lihat yang seperti itu, buat sustainability ke depan,” tandasnya.
Demikian berita ini dikutip dari CNNINDONESIA.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.