Isu Liar dan PNS yang ‘Terperangkap’ di Portal Aduan Radikal

0
184
Isu Liar dan PNS yang 'Terperangkap' di Portal Aduan RadikalIlustrasi PNS. (CNN Indonesia/Hesti Rika)

LENSAPANDAWA.COM – Pemerintahan Joko Widodo baru saja meluncurkan portal aduan online aduanasn.id untuk menangani konten radikalisme media sosial para Pegawai Negara Sipil (PNS).

Portal aduan bisa digunakan untuk melaporkan PNS atau Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menyebarluaskan konten-konten radikalisme. Radikalisme yang dimaksud meliputi sikap intoleran, anti-pancasila, anti-NKRI, dan menyebabkan disintegrasi bangsa.

Tak hanya menyebarluaskan, PNS juga bisa dilaporkan jika memberikan likes, love, retweet, atau komentar di media sosial terkait konten radikalisme. Selain itu ada 10 larangan lainnya bagi PNS yang bisa dilaporkan oleh masyarakat.

Aturan ini memunculkan polemik karena aduanasn.id bersinggungan dengan kebebasan berekspresi PNS di media sosial. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) selaku penyedia situs berargumen PNS telah disumpah untuk selalu setia dan menjunjung tinggi ideologi Pancasila.

Oleh karena itu, Dirjen Aplikasi & Informatika Kemenkominfo Semuel Pangerapan mengatakan mengatakan jenis-jenis larangan PNS di media sosial agar tak dicap radikal dan bisa dilaporkan dalam portal aduan aduanasn.id tidak berlebihan.

“Aparatur Sipil Negara (ASN) itu di sumpah, saya itu di sumpah untuk setia kepada negara, kepada Pancasila, kepada UUD, kalau ASN tidak setia lagi ya tidak bisa bos,” kata Semuel Rabu (13/11).

“Ya jangan jadi ASN (kalau tidak setia),” sambungnya.

Di sisi lain, Pengamat Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) dari ICT Institute Heru Sutadi menilai ada beberapa larangan aduanasn.id yang berlebihan dari pemerintahan Joko Widodo bagi PNS.

“Misal soal kasih like saja sudah bisa dilaporkan, itu berlebihan,” kata Heru saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (12/11).

Terpisah, Ketua Divisi Akses Atas Informasi Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Unggul Sagena mengatakan aturan like, retweet, dan sejenisnya memang kurang dijelaskan secara eksplisit.

Saran tersebut juga berlaku untuk pelanggaran ‘menyebarluaskan pendapat melalui media sosial (share, broadcast, upload, retweet, repost dan sejenisnya)’.

Terlebih dalam dua poin tersebut tidak dijelaskan secara deskriptif terkait radikalisme dan segala turunan bentuknya di media sosial. Lebih lanjut seharusnya dalam poin larangan tersebut dimasukkan juga landasan hukum yang mendasari larangan.

“Jika mengacu (misalnya) ke UU ITE, harusnya ada penjelasan ‘yang bertentangan dengan undang-undang’. Jadi karena itu situs aduan ini akan jadi liar,” ujar Unggul saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (15/11).

[Gambas:Video CNN]

Laporan dalam situs bisa menjadi liar karena ada berbagai praktik di media sosial tidak dapat diprediksi. Misalnya, ‘like’ tidak disengaja, komentar oknum menggunakan akun PNS, hingga penyebaran konten radikalisme dengan berpura-pura sebagai PNS di media sosial.

Menanggapi sumpah PNS sebagai landasan aturan, Unggul meminta agar dijelaskan secara jelas ihwal dari sumpah tersebut. Hal ini dilakukan supaya aturan tidak terkesan asal diskusi dan latah radikalisme.

“Apa sumpah PNS, aturan PNS yang jelas. Di situ baru diturunkan. Bukan asal diskusi dan latah kemudian dimasukkan ke aturan tersebut,” ujar Unggul.

Terkait larangan menyebarluaskan pendapat di media sosial terkait konten radikalisme, Unggul khawatir aturan tersebut akan menyandera PNS ke profesinya selama 24 jam. Padahal PNS juga manusia yang memiliki peran lain di dalam kehidupannya.

“Malah jadi dipaksakan dan menyandera seseorang ke pekerjaannya 24 jam. Padahal dia punya peran di masyarakat, keluarga, dan seterusnya,” kata Unggul.

Ia mengatakan PNS berpotensi tersandera untuk menjalani hari-hari sebagai PNS dalam 24 jam. Ia tidak akan bisa menjadi masyarakat Indonesia yang bebas berpendapat yang telah dijamin konstitusi.

“Rentan adanya ekspose pekerjaan seseorang dalam hak pribadinya berpendapat bebas di media sosial. Dia tidak dapat jadi diri sendiri, namun menjadi standar apa pekerjaannya selama 24 jam. Ini iklim yang kurang baik,” kata Unggul.

Lebih lanjut, Unggul justru meragukan PNS sudah memiliki literasi digital terkait aturan-aturan konten negatif serta bentuk-bentuk radikalisme.

Menurut Unggul, seharusnya pemerintah lebih memperkuat PNS dari segi anti korupsi dan integritas PNS. Pemerintah disebut jangan hanya mengurusi soal rangka penguatan wawasan kebangsaan PNS.

“Jangan sampai hal ini membuat takut. Orang takut bukan karena mengerti itu salah, tapi takut karena ragu apakah salah atau tidak. Ini beda,” ujarnya.

Menkominfo Johnny G. Plate mengatakan terdapat 11 Kementerian/Lembaga (K/L) yang menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang penanganan radikalisme. Salah satu bentuk nyata keputusan ini adalah peluncuran aduanasn.id.

Adapun 11 K/L terkait adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kemudian ada Badan Intelijen Negara, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Kepegawaian Negara, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, serta Komisi Aparatur Sipil Negara.

Demikian berita ini dikutip dari CNNINDONESIA.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here