Pariwisata berbasis “MICE” dan Prosedur Standar Evakuasi Kebencanaan di Sumbar

0
172
Pariwisata berbasis Salah satu acara nasional di Sumatera Barat. (ANTARA SUMBAR/ Miko Elfisha)

LENSAPANDAWA.COM – Pariwisata berbasis "Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition" (MICE) tumbuh pesat di Sumatera Barat bahkan menjadi salah satu "penyelamat" bagi pelaku usaha yang menggantungkan hidup dari wisatawan di daerah itu sejak akhir 2018.

Hampir setiap minggu ada satu atau dua rombongan yang melaksanakan rapat dan konvensi nasional maupun internasional di Sumbar baik Padang maupun Bukittinggi yang memiliki fasilitas hotel yang relatif lebih memadai.

Hampir setiap minggu pula Gubernur Sumbar Irwan Prayitno membuat jamuan makan malam sebagai bentuk sambutan bagi para tamu yang memilih provinsi itu sebagai lokasi kegiatan.

Jamuan makan malam, merupakan salah satu langkah yang diambil Pemprov Sumbar untuk memberikan kesan baik bagi tamu yang menggelar acara di daerah itu. Langkah itu sekaligus promosi objek wisata dan kekayaan budaya serta kuliner daerah agar bisa dinikmati para tamu.

Maka jangan heran, tiap jamuan orang nomor satu di Sumbar itu selalu "nyinyir" menjual rendang, kawasan wisata Mandeh, makan bajamba di Rumah Gadang atau Jam Gadang Bukittinggi.

Sumbar memang punya potensi luar biasa untuk hal pariwisata. Semua syarat untuk berkembang seperti akses bandara yang memadai, amenitas atau fasilitas serta atraksi tersedia dengan cukup baik. Hal itu didukung pula oleh objek wisata yang tidak terhitung jumlahnya mulai diving dasar laut hingga tracking puncak gunung berapi.

Objek wisata unggulan juga berkembang seiring dengan makin masifnya promosi dari warganet di media sosial. Dampaknya wisatawan tidak melulu ingin mengunjungi jam gadang di Bukittinggi saja, sebagian kini ingin menikmati aroma pesisir di Padang, Pesisir Selatan dan Pariaman.

Sebagian ingin menikmati wisata alam dan budaya di Solok, Sijunjung maupun Solok Selatan. Menikmati atraksi budaya di Tanah Datar atau kontrasnya tiang-tiang beton jembatan layang kelok sembilan di tengah rimbunnya hutan Bukit Barisan.

Sebarannya menjadi merata meski Padang dan Bukittinggi tetap yang utama karena ditunjang ketersediaan hotel yang lebih beragam dan memadai.

Sejumlah agenda wisata menarik seperti festival juga lahir dari kreatifitas swadaya masyarakat seperti Pasa Harau Art and Culture Festival, SIMFest dan banyak lagi.

"MICE" kemudian menjelma sebagai penyelamat lesunya pariwisata Sumbar sejak kebijakan tiket murah dari penerbangan domestik berbiaya rendah tidak lagi diterapkan.

Pelaku usaha pariwisata terutama usaha mikro dan kecil yang sebelumnya berkembang baik, tiba-tiba dihadapkan pada situasi sulit. Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (ASITA) Sumbar Ian Hanafiah menyebut sebagian anggotanya terpaksa gulung tikar karena persoalan tiket mahal itu.

"MICE" memang cenderung lebih tahan terhadap persoalan tiket mahal itu ketimbang wisatawan yang datang secara personal dengan biaya pribadi, meskipun tidak bisa dianggap tidak terkena dampak.

Terakhir, ribuan ketua dan kader PKK se-Indonesia tumpah ruah di Sumbar dalam Peringatan Hari Kesatuan Gerak (HKG) PKK Nasional ke-47 yang dipusatkan di lapangan Imam Bonjol Padang.

Setidaknya ada 34 Ketua TP PKK tingkat provinsi yang biasanya dijabat oleh istri gubernur atau wakil gubernur yang datang dalam acara itu. Belum lagi Ketua TP PKK tingkat kota dan kabupaten yang berjumlah ratusan.

Ketua Umum Tim Penggerak PKK Pusat dr. Erni Guntarti Tjahjo Kumolo bersama suami, Menteri Dalam Negeri ikut hadir membuka acara itu.

Tim Calender of Even (COE) Kementerian Pariwisata Tazbir menyebut potensi Sumbar untuk berkembang sebenarnya masih belum tergarap maksimal. Salah satu penyebab adalah karena sebagian calon wisatawan itu menilai daerah ini rawan gempa sehingga khawatir untuk datang.

Ia menyebut Sumbar harus bisa meyakinkan bahwa daerahnya aman untuk wisata dan sudah ada seperangkat sistem peringatan dini dan mitigasi bencana yang tersedia untuk menjamin keselamatan wisatawan saat berwisata.

Ia optimis jika hal itu bisa dilakukan oleh pemerintah daerah dengan instansi terkait, jumlah wisatawan yang datang ke Sumbar bisa meningkat lagi dan semakin banyak pula manfaat yang bisa dirasakan masyarakat .

Prosedur evakuasi

Prosedur Operasi Standar (POS) kebencanaan adalah panduan yang berisi prosedur kerja untuk melakukan evakuasi kebencanaan secara konsisten dan sesuai standar yang telah ditentukan sehingga pelaksanaannya bisa efektif dan kemungkinan selamat lebih besar.

Pejabat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar Rumainur menyebut POS Evakuasi Kebencanaan itu sebenarnya sudah ada, namun ia mengakui penerapannya masih lemah. Belum merata pada semua instansi pemerintah maupun swasta, termasuk bidang pariwisata.

"Hotel secara umum juga sudah punya itu sebenarnya. Tetapi untuk acara-acara besar yang dihadiri banyak orang di hotel atau luar ruangan di Sumbar memang belum benar-benar diterapkan," ujarnya.

Ia menyebut hal itu akan menjadi catatan bagi BPBD Sumbar agar segera bisa merealisasikan pelaksanaan POS Evakuasi Kebencanaan itu di tiap acara yang melibatkan banyak orang, terutama luar daerah yang tidak paham alur evakuasi bencana.

Makin banyaknya jumlah kunjungan wisatawan ke Sumbar memang harus disikapi dengan bijak oleh semua pihak, tidak hanya Dinas Pariwisata tetapi instansi lain yang terkait seperti BPBD.

Hal itu karena Sumbar adalah daerah wisata yang memiliki kerawanan bencana yang tinggi sehingga POS Evakuasi Kebencanaan, early warning system dan mitigasi harus menjadi bagian tidak terpisahkan pula dari pariwisata.

BPBD harus memastikan setiap hotel di daerah itu harus punya POS Evakuasi Kebencanaan dan menginformasikannya setiap kali acara akan dimulai.

Hal itu seharusnya bukan lagi sebuah imbauan atau dorongan, tapi sebuah kewajiban bahkan jika perlu disangkutkan jadi syarat perizinan. Hotel yang tidak punya POS Evakuasi Kebencanaan, tidak boleh beroperasi di Sumbar karena bisa membahayakan jiwa tamu-tamu yang menginap di hotel tersebut.

Apalagi sebagian besar hotel di Sumbar, terutama di Kota Padang berada di daerah rawan, zona merah, sehingga POS sudah harus menjadi kewajiban. Hal yang sama juga mesti diterapkan untuk acara-acara luar ruangan terutama yang berada dekat pantai.

SOP Evakuasi Kebencanaan itu bukan pertakut bagi wisatawan, malah jadi sebuah "kartu garansi" keselamatan. Bahwa wisatawan tidak perlu cemas jika terjadi bencana saat berwisata di Sumbar, karena hotel telah punya POS untuk keselamatan.

Itu tentu akan lebih memberikan kenyamanan dan rasa aman bagi wisatawan yang datang berwisata ke Sumbar.

Ketua Komis V DPRD Sumbar Hidayat juga pernah mengingatkan terkait SOP tersebut, meski ia membahas agak lebih luas terutama rantai komando saat bencana terjadi dan kepala daerah tidak berada di tempat.

Rantai komando itu penting agar setiap instansi tidak jalan sendiri dalam proses evakuasi maupun tanggap darurat dan agar masyarakat tahu, instruksi siapa yang musti diikuti dalam kondisi darurat itu.*

Demikian berita ini dikutip dari ANTARANEWS.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here