KSBSI: Kenaikan iuran BPJS harus diiringi peningkatan pelayanan

0
140
KSBSI: Kenaikan iuran BPJS harus diiringi peningkatan pelayananIlustrasi BPJS Kesehatan (ANTARA/(H.O) Dian Hadiyatna)

LENSAPANDAWA.COM – Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) berpendapat bahwa keputusan pemerintah untuk menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) harus diiringi dengan peningkatan pelayanan terhadap peserta, terutama peserta bukan penerima upah (PBPU).

"Walaupun agak berat, kami mendukung kenaikan tersebut sebagai upaya penyelamatan BPJS dari defisit dan perlu ada komitmen agar BPJS Kesehatan dapat memperbaiki pelayanannya, agar kepercayaan masyarakat kepada BPJS semakin membaik," kata Ketua Departemen Lobi KSBSI Andy William Sinaga melalui pernyataan resmi di Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan bentuk peningkatan pelayanan BPJS kepada peserta bisa dalam bentuk langsumg mencarikan ruang perawatan bila peserta mengalami kesulitan mencari atau mendapatkan ruang perawatan, terutama ruang perawatan khusus seperti ICU, PICU, NICU dan HCU.

Kemudian BPJS Kesehatan bisa memastikan tidak ada lagi antrean panjang peserta JKN saat ke dokter, dan tidak ada lagi antrian lama untuk mendapatkan pelayanan operasi.

"KSBI mendorong anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mendatang bersama-sama pemerintah agar lebih sering melakukan pengawasan terhadap pelayanan dan keberadaan BPJS Kesehatan terutama Fasilitas Kesehatan (Faskes) agar masyarakat merasa nyaman dan senang akan pelayanan BPJS Kesehatan," terang dia.

Sebelumnya, BPJS Kesehatan berharap rencana kenaikan iuran bisa diimplementasikan sesegera mungkin guna keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

BPJS ingin kenaikan iuran bisa disesuaikan dengan kondisi finansial masyarakat dan keuangan negara.

Wacana kenaikan iuran pernah dilakukan pembahasan nilai aktuaria BPJS Kesehatan pada 2016. Pada tahun tersebut, nilai aktuaria iuran untuk peserta kelas tiga ditetapkan sebesar Rp36 ribu dari besaran iuran saat itu dan masih tetap hingga saat ini sebesar Rp23 ribu.

Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan terhadap laporan keuangan BPJS Kesehatan tahun anggaran 2018 menemukan sejumlah inefisiensi pembiayaan di beberapa sektor.

Beberapa diantaranya inefisiensi pembiayaan kelas rumah sakit yang tidak sesuai dengan tingkatannya, sistem rujukan pasien ke rumah sakit yang sebenarnya bisa diselesaikan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), dan termasuk tingkat kolektibilitas BPJS Kesehatan sendiri yang perlu ditingkatkan.

Demikian berita ini dikutip dari ANTARANEWS.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here