Ahli epidemiologi dari Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat Defriman Djafri Ph.D. ANTARA/HO-Aspri
LENSAPANDAWA.COM – Ahli epidemiologi dari Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat Defriman Djafri Ph.D mengatakan syarat pengumpulan data termasuk peningkatan kejadian transmisi lokal untuk mengajukan pembatasan sosial berskala besar memberatkan daerah karena punya keterbatasan ahli epidemilogi.
Keharusan pemenuhan indikator tersebut tercantum dalam pasal 4 Peraturan Menteri Kesehatan nomor 9 tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Beskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan virus corona atau COVID-19.
"Pertanyaannya adalah siapa yang mampu memberikan penjelasan data peningkatan jumlah kasus dan kejadian transmisi lokal ini?" kata dia saat dihubungi di Jakarta, Minggu.
Salah satu akar masalah dari pasal 4 pada Peraturan Menteri Kesehatan tersebut adalah belum tentu semua provinsi, kabupaten maupun kota di Tanah Air memiliki ahli epidemiologi yang bisa menjelaskannya.
Berdasarkan pasal 7 ayat 2 disebutkan bahwa tim sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ialah bertugas melakukan kajian epidemiologis dan melakukan kajian terhadap aspek politik, ekonomi, sosial budaya, agama, pertahanan dan keamanan.
"Inilah yang dibutuhkan dan seharusnya kajian itu dinas kesehatan yang membuat," katanya.
Namun, kata dia, mungkin karena adanya keterbatasan pemahaman serta kekurangan tenaga epidemiologi untuk bisa memprediksi itu, maka menjadi suatu kendala bagi daerah dalam mengajukan pembatasan sosial berskala besar ke pemerintah pusat.
"Saya menyarankan agar pemerintah daerah segera bekerja sama dengan akademisi atau profesi epidemiologi yang bisa memberikan bukti atau data ke kepala daerah," kata Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Andalas tersebut.
Selanjutnya, barulah data-data yang telah dikumpulkan oleh ahli epidemiologi tersebut diserahkan kepada pemerintah pusat dalam hal ini Menteri Kesehatan agar permohonan pembatasan sosial berskala besar dikabulkan.
Terkait kesiapan sumber daya manusia atau ahli epidemiologi, menurutnya mungkin sudah ada di kabupaten dan kota hanya saja kajian ilmiah yang telah dikumpulkan itu harus melibatkan akademisi maupun kalangan profesi yang bisa memahami.
"Nantinya tentu dipelajari bagaimana dinamika distribusi kasus ini termasuk pergerakan dan lainnya," kata lulusan Prince of Songkla University tersebut.
Demikian berita ini dikutip dari ANTARANEWS.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.