Ilustrasi sopir taksi. (ANTARA FOTO/Dean Wibowo)
LENSAPANDAWA.COM – Djazuri tak bisa berbuat banyak saat kehadiran virus corona menggerogoti penghasilannya dari hari ke hari sebagai sopir taksi konvensional. Penumpang saat ini semakin sulit ditemukan, sementara menjalani hidup bersama keluarga butuh pengeluaran.
Sudah sebulan terakhir kondisi itu dia rasakan. Menurut pria kelahiran 1969 itu menemukan penumpang saat masa pandemi ibarat mencari jarum pada setumpuk jerami.
“Sekarang ya tersiksa. Tamu sudah tidak ada, kita-kita ini yang menjadi sopir taksi ya hidup makin sengsara,” kata Djazuri saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Jumat (17/4).
Pendapatan Djazuri selama wabah corona ambruk. Kondisi makin parah lantaran masyarakat jarang keluar rumah akibat kebijakan pemerintah seperti Work From Home (WFH) dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Djazuri bilang keliling Jakarta cari penumpang saat ini sia-sia, dia kini lebih sering parkir di pinggir jalan.
“Muter-muter juga tidak ada penumpang. Sekarang siapa yang mau ke luar rumah, kalau bukan karena mendesak,” ucap dia.
Djazuri merupakan sopir perusahaan taksi terbesar di Indonesia, Bluebird. Dalam kondisi seperti sekarang, kata dia, perusahaan tak bisa berbuat banyak menyelamatkan kantong para sopir, termasuk dirinya.
Sebelum masa pandemi dan penerapan segala kebijakan pemerintah, Djazuri paling tidak bisa mengumpulkan Rp1,5 juta- Rp1,8 juta selama dua hari. Ironi untuk saat ini, setelah seharian cari penumpang cuma bisa mendapat Rp25 ribu, paling banyak Rp150 ribu, bahkan pernah tidak membawa sepeser uang pun ke pangkalan.
Djazuri mengaku sedikit beruntung lantaran biaya makan di rumah mendapat bantuan dari anak perempuannya yang sudah bekerja.
“Saya biasa setor ke pangkalan itu dua hari sekali paling kecil Rp1,5 juta, tapi karena sekarang ini paling cuma Rp150 ribu, Rp25 ribu. Susah,” katanya.
Memburu penumpang taksi di Jakarta selama wabah juga menjadi dilema. Kata Djazuri biar target setoran sudah dilonggarkan perusahaan namun biaya operasional masih ditanggung sopir.
Djazuri menambahkan kondisi ini membuat sopir taksi memilih menghemat pengeluaran pribadi, bahkan rela menahan lapar seharian.
“Dari pangkalan itu bensin sudah penuh, pulang ya kita harus penuh juga bensinnya. Kalau tidak ada penumpang ya saya mau tidak mau ngutang ke kantor buat isi bensin,” ucapnya.
Ingin Ketemu Jokowi
Ia mengatakan apa yang disampaikannya bukan mengada-ada, melainkan fakta di lapangan tentang dampak corona dan kebijakan pemerintah terhadap profesinya.
“Ya bagaimana dari kami ada yang seharian tidak makan karena sepinya tamu akibat Corona dan PSBB ini malah tambah menderita. Sehari bisa makan, sudah Alhamdulillah buat kami,” ucap dia.
Djazuri berharap banyak pihak-pihak tertentu menyisihkan rezeki untuk membantunya dan rekan sesama sopir taksi.
“Boleh diwawancarai pengemudi yang pada mangkal, ya sekarang mau tidak mau mengharapkan uluran tangan juga dari orang-orang baik yang peduli dengan kami,” kata dia.
Ia menambahkan satu keinginannya ke depan dapat bertemu kepala negara Presiden Joko Widodo agar bisa menyampaikan segala keluh kesah dan penderitaan sebagai sopir taksi selama pandemi corona.
“Pokoknya saya siap diwawancarai biar ketemu Pak Jokowi. Sopir taksi ya nasibnya sekarang seperti ini faktanya,” ucap Djazuri. (ryh/fea)