Semakin Mengerucut, BMKG Duga Dentum dari Aktivitas Ionosfer

0
304
Semakin Mengerucut, BMKG Duga Dentum dari Aktivitas IonosferIlustrasi suara dentum di sejumlah wilayah di Pulau Jawa. (Foto: CNN Indonesia/Bisma Septalisma)

LENSAPANDAWA.COM – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menduga sumber dentuman yang didengar di sejumlah wilayah di pulau Jawa akibat aktivitas lonosfer.

Kepala Subbidang Analis Geofisika Potensial dan Tanda Waktu BMKG, Suaidi Ahadi mengatakan dentuman di lonosfer akibat aktivitas plasma elektromagnetik.

“Curiga terbesar sebagai sumber dentuman adalah aktivitas di Ionosfer,” ujar Suaidi kepada CNNIndonesia.com, Selasa (26/5).

Suadi menuturkan dentuman saat aktivitas plasma elektromagnetik berasal dari ganguan plasma Ionosfer atau efek pantul dari Magnetotail (Sub Storm) yang diakibatkan oleh badai Magnetik dari Matahari (CME) beberapa hari sebelumnya.

Menurutnya, kejadian itu juga dapat mengganggu kominikasi Satelit, GPS dan mungkin menghasilkan efek suara Whistlers (VLF anomali). Suaidi menyampaikan bunyi dentuman tersebut dikenal juga dengan VLF Fenomena atau Whistler Ionosfer atau Equatorial Ionospheric Anomali (EIA).

Lebih lanjut, Suaidi berkata dentuman itu biasa terjadi pada saat akhir tengah malam (pagi hari) atau Post Midnigth.

Dijelaskan Suadi, Data Indeks Dst untuk tanggal 10 April 2020 dan 10 Mei 2020 memiliki kemiripan yang sama yaitu nilai indeks Postif di atas 10 yang artinya menunjukkan aktivitas badai Magnetik Berada di Ionosfer.

“Menariknya adalah, untuk Tanggal 10 April untuk Jam Suspect Nilai tertinggi ada pada Stasiun Lampung, Sukabumi dan Yogya Sedangkan tanggal 10 Mei nilai tertinggi Indeks pada Jam Suspect berturut turut yaitu Yogya, Sukabumi dan Lampung, yang artinya lokasi Suspect juga terlokasi dengan baik,” ujar Suaidi.

“Dari Data Spasial 10 Mei menunjukkan bahwa saat suspect terdapat inkonsistensi dari Indeks warna yang nilainya di bawah dari data Spasial 10 April. Tetapi memang sebaranyna masih mencakup seluruh wilayah Indonesia kecuali Maluku, NTT dan Papua,” ujarnya.

Di sisi lain, Suaidi menuturkan dugaan itu berasal dari data-data yang ada, terutama data Indeks Dst Lokal dan Peta Spasial TEC, juga data bunyi dentuman yang menyebar ke berbagai lokasi, dan rekaman signal akustik dari Accelerograph.

Suaidi mengatakan dentuman yang berasal dari aktivitas lotisfer adalah hal yang biasa. Namun, dia mengatakan perlu kajian lebih lanjut terkait data dukung dari Satelit Magnetik Global dan Ionsonde di Ground Base dan data Infrasound. (jps/mik)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here