Sekretaris Jenderal TII Danang Widoyoko. (ANTARA/Agus Bebeng)
LENSAPANDAWA.COM – Transparency International Indonesia (TII) menyampaikan laporan hasil pemantauan pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) di sembilan wilayah.
Sembilan wilayah tersebut meliputi Kota Banda Aceh, Kota Gorontalo, Kota Pontianak, dan Kota Yogyakarta, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Riau, Provinsi Jawa Timur, dan Provinsi Sulawesi Utara.
"Pemantauan dilakukan hanya berfokus pada empat sub-aksi dari 27 sub-aksi pencegahan korupsi, yakni pembentukan Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ), percepatan pelaksanaan "Online Single Submission" (OSS), implementasi Kebijakan Satu Peta (One Map Policy), dan percepatan Sistem Merit," kata Sekretaris Jenderal TII Danang Widoyoko melalui keterangannya di Jakarta, Rabu malam.
Danang menyatakan empat sub-aksi tersebut dipantau karena menjadi perhatian publik, dijalankan oleh kementerian/lembaga/pemda serta berkontribusi langsung pada korupsi.
Pada pemantauan kali ini, kata dia, TII menggunakan instrumen pemantauan yang disusun dari komponen Konvensi PBB Antikorupsi atau United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) Pasal 5 dan the Kuala Lumpur Statement.
"Terdapat lima dimensi di antaranya kelembagaan, sumber daya manusia dan anggaran, akuntabilitas, mitigasi risiko korupsi, dan pelibatan masyarakat serta 25 indikator di dalamnya untuk meninjau kinerja dan kapasitas masing-masing unit kerja," ujarnya pula.
Pertama, pembentukan Unit Kerja Pengadaan Barang dan/Jasa.
"Hasil pemantauan menunjukkan berada dalam kategori kurang memadai. Dari sembilan wilayah, Kota Banda Aceh, Kota Pontianak, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Kalimantan Timur, dan Provinsi Sulawesi Utara dikategorikan dalam kelompok kurang memadai, sementara Kota Gorontalo, Kota Yogyakarta, Provinsi Riau dan Provinsi Jawa Timur dikategorikan dalam kelompok memadai," ujar Danang.
Kedua, pelaksanaan "Online Single-Submission" (OSS).
"Hasil pemantauan proses pelaksanaan OSS di sembilan wilayah menunjukkan berada dalam kategori memadai. Kota Banda Aceh, Kota Yogyakarta, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Riau, dan Provinsi Jawa Timur dalam kategori memadai. Sementara Kota Pontianak, Kota Gorontalo, Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan Provinsi Sulawesi Utara dalam kategori kurang memadai," katanya lagi.
Ketiga, implementasi Kebijakan Satu Peta.
"Pada dua provinsi yang dipantau Provinsi Riau dan Kalimantan Timur, kedua provinsi tersebut dalam kondisi kurang memadai. Pemantauan menemukan bahwa wilayah belum memiliki cukup dukungan politik dan dikategorikan masih rawan intervensi politik, baik terjadi proses pemetaan, penerbitan izin lahan, hingga peninjauan efektivitas fungsi lahan," kata Danang.
Situasi tersebut, kata dia, juga didukung oleh kapasitas sumber daya manusia dan anggaran yang belum mencukupi, dengan masing-masing wilayah memiliki regulasi yang dinamis perubahannya.
Empat, percepatan Sistem Merit.
Ia mengungkapkan hasil pemantauan proses percepatan Sistem Merit di sembilan wilayah menunjukkan berada dalam kategori memadai.
"Dari sembilan wilayah yang dipantau, Kota Banda Aceh, Kota Pontianak, Kota Gorontalo, Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan Provinsi Jawa Timur berada dalam kategori memadai. Sementara di Kota Yogyakarta, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Riau, dan Provinsi Sulawesi Utara dalam kategori kurang memadai," ungkap dia.
Adapun pemantauan TII dilakukan bersama sejumlah kelompok masyarakat sipil di daerah sebagai upaya meninjau pelaksanaan Stranas PK selama satu tahun terakhir.
"Selain mendapatkan informasi pelaksanaan Stranas PK di daerah, pemantauan ini juga dilakukan dengan tujuan memberikan catatan kepada Timnas PK yang terdiri dari KPK, Kantor Staf Presiden (KSP), Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, dan Kemenpan RB selaku Pelaksana dan Koordinator Stranas PK," ujar Danang pula.
Demikian berita ini dikutip dari ANTARANEWS.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.