BMKG Respons Hujan Turun Lebih Sering di Musim Kemarau

0
158
BMKG Respons Hujan Turun Lebih Sering di Musim KemarauIlustrasi hujan yang turun lebih sering di musim kemarau. (CNN Indonesia/ Andry Novelino)

LENSAPANDAWA.COM –

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut tahun ini kemarau di Indonesia lebih basah dari tahun sebelumnya.

Hal inilah yang menyebabkan lebih sering turun hujan di Indonesia, seperti terjadi di Jakarta, Senin (23/6). Dilihat dari situs BMKG, cuaca Jakarta juga diprediksi akan terjadi hujan pada hari ini, Selasa (23/6).

Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal menjelaskan saat ini Indonesia memang telah memasuki musim kemarau. Namun bukan berarti tidak akan ada hujan sama sekali di musim kemarau.

“Betul sebagian besar Jakarta telah memasuki musim kemarau. Tetapi musim kemarau bukan berarti tidak ada hujan sama sekali,” kata Herizal saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (23/6).

Lebih lanjut, Herizal menjelaskan musim kemarau tahun ini tidak sekering tahun lalu. Kemarau tahun ini lebih basah karena El Nino dan Dipole mode berada dalam kondisi netral.

Kemarau yang lebih basah ini diprediksi bisa terjadi sampai akhir tahun dengan sedikit peluang La Nina (basah) di akhir tahun. La Nina mengakibatkan musim kemarau Indonesia menjadi lebih basah karena meningkatkan curah hujan.

Menurut Herizal, definisi musim kemarau didapat dari akumulasi curah hujan (ch) kurang dari 50 mm dalam 1 dasarian (10 hari). Perhitungan ini diikuti dua dasarian berikutnya masing masing dengan curah hujan kurang dari 50 mm.

“Di dalam satu bulan (3 dasarian) akumulasi kurang dari 150 mm. Oleh karena itu, di awal musim kemarau kita masih melihat ada hujan apalagi kemarau tahun ini diprediksi tidak sekering kemarau tahun lalu,” kata Herizal.

BMKG turut memprediksi musim puncak kemarau akan berada pada Agustus. Saat itu, Herizal memprediksi tidak akan ada hujan yang turun sama sekali

“Awal musim kemarau kadang masyarakat menamakannya musim pancaroba. Namun nanti menjelang puncak kemarau di bulan Agustus dalam satu bulan bisa tidak ada hujan sama sekali,” tutur Herizal.

Untuk puncak musim kemarau diprediksi, sekitar 9.9 persen daerah ZOM akan memasuki puncak musim kemarau pada bulan Juli, sedangkan 64.9 persen pada Agustus dan sekitar 18,7 persen pada September.

Datangnya musim kemarau berkait erat dengan peralihan Angin Baratan (Monsun Asia) menjadi Angin Timuran (Monsun Australia).

BMKG memprediksi peralihan angin monsun akan dimulai dari wilayah Nusa Tenggara pada April 2020, lalu wilayah Bali dan Jawa, kemudian sebagian wilayah Kalimantan dan Sulawesi pada Mei 2020 dan akhirnya Monsun Australia sepenuhnya dominan di wilayah Indonesia pada bulan Juni hingga Agustus 2020.

(jnp/eks)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here