Ilustrasi hujan meteor. Hujan meteor Bootids mencapai puncak besok, namun bisa diamati sejak 22 Juni hingga 2 Juli mendatang. (dok. NASA)
LENSAPANDAWA.COM –
Puncak hujan meteor Bootid akan terjadi besok, Sabtu (27/6) di Indonesia. Namun, pengamat sebenarnya sudah bisa menikmati hujan meteor ini sejak 22 Juni hingga 2 Juli mendatang.
Tapi, pada periode puncak, pengamat bisa melihat lebih banyak meteor yang jatuh per menit. Dari Jakarta, hujan meteor akan aktif setiap hari dari senja hingga sekitar 02:04 WIB.
Hujan meteor akan menampilkan hujan meteor terbaik pada sekitar pukul 20.00 WIB. Saat itu, titik radiant berada di titik paling tinggi di langit. Hujan meteor Bootid pada bulan ini Juni bisa di lihat ke arah rasi Bootes.
Hujan meteor Bootids dikenal sebagai hujan meteor yang lambat dan terang. Kecepata meteor ini sekitar 64 ribu kilometer perjam. Sepertiga lebih lambat dari hujan meteor tahunan lainnya.
Dilansir dari In The Sky, rotasi Bumi saat ini membuat pengamat di Indonesia, atau Jakarta khususnya menghadap ke arah optimal menuju ke arah meteor yang masuk.
Di lain waktu, akan ada lebih sedikit meteor yang terbakar di Jakarta, dan mereka akan cenderung memasuki atmosfer pada sudut miring, sehingga menghasilkan meteor yang mungkin melintasi langit sebelum benar-benar terbakar.
[Gambas:Instagram]
Sementara itu, hujan meteor diprediksi berada pada puncak sekitar pukul 11.00 WIB pada 27 Juni. Tampilan terbaik akan berada sejak senja di utara-timur laut hingga terbenam pada 01.59 WIB.
Hujan Meteor Bootid berada di dekat konstelasi Bootes. Bootid dapat diamati tanpa alat bantu dalam kondisi langit gelap.
Dilansir dari National Geographic, Bootid menghasilkan kurang dari 12 meteor per jam. Kalah jauh dibandingkan hujan meteor Perseid yang menghasilkan rata-rata 50 hingga 60 meteor per jam.
Hujan meteor Bootids merupakan peristiwa tahunan yang kerap berulang. Sebab, hujan meteor ini terjadi akibat sisa debu komet yang melintas. Ketika komet mendekat ke Matahari, lapisan es komet tersebut menguap dan melepas butiran debu hingga batuan kecil.
Debu dan es itu lantas tertinggal di jalur orbit Bumi. Sehingga, ketika revolusi Bumi memasuki wilayah yang dipenuhi dengan sisa batuan dan es ekor komet, terjadilah hujan meteor. Hujan meteor ini terjadi karena debu dan batuan itu terbakar ketika memasuki atmosfer Bumi.
Para ahli memperkirakan hujan meteor Bootids merupakan jejak debu dan es dari komet Pons-Winnecke.
“Ini adalah komet yang mendekati Matahari tiap 6,4 tahun sekali, jelas Raminder Singh Samra, astronom residen H.R. MacMillan Space Centre di Vancouver, Kanada.
Hujan meteor ini sempat menampikan pertujukan menarik pada 1916, 1921, dan 1926. Saat itu, komet tersebut baru saja melintas dekat orbit Bumi.
Setelah tujuh dekade, hujan meteor Bootids menakjubkan lain terekam pada Juni 1998. Ketika itu, segerombolan meteor dan bola api terlihat di langit belahan bumi utara.
Untuk mengamati hujan meteor ini, Samra menyarankan agar pengamat menjauh dari daerah perkotaan.
“Jauhkan peralatan elektronik yang memancarkan cahaya dan menjauh dari cahaya apapun. Biarkan mata beradaptasi dengan kegelapan,” tuturnya.
(jnp/eks)