(ki-ka) Aktivis pemuda Kepulauan Seribu Noval Abu Dzar, Peneliti LKSP Hafidz Mufti Sany dan Direktur Lembaga Kajian Strategis dan Pembangunan (LKSP) Astriana B Sinaga, memberikan keterangan dalam paparan hasil survei LKSP di Jakarta, beberapa waktu lalu. ANTARA/Ricky Prayoga/am.
LENSAPANDAWA.COM – Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis dan Pembangunan Astriana B Sinaga menilai penghentian pelatihan program kartu prakerja sesuai dengan persepsi mayoritas masyarakat yang tercermin pada Survei Nasional LKSP yang diadakan pada 20–27 Mei 2020.
"Hasil survei tersebut menyatakan mayoritas responden yaitu 61,94 persen, tidak setuju dengan program kartu prakerja; sedangkan yang sepakat hanya 38,06 persen," kata Astriana melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu.
Astriana mengatakan responden yang tidak setuju dengan program kartu prakerja menyatakan lebih membutuhkan bantuan tunai atau modal kerja (44,33 persen) dan pelatihan serupa bisa didapat secara daring dan gratis (28,79 persen).
Selain itu, responden juga menyatakan tidak ada perusahaan yang siap menampung (17,60 persen), pelatihan tidak jelas arahnya (1,69 persen), dan kemungkinan celah korupsi baru (1,62 persen).
Sementara itu, responden yang mendukung kartu prakerja menyatakan program tersebut membantu para korban pemutusan hubungan kerja (46,4 persen), meningkatkan keterampilan (32,07 persen), dan melatih warga yang baru mencari kerja (20,33 persen).
"Pemerintah menyebut yang dihentikan adalah pelatihan di platform digital, sementara programnya akan jalan terus. Mayoritas responden menginginkan ada program pengganti untuk kartu prakerja," tuturnya.
Yang menjadi pertimbangan utama penghentian program tersebut adalah rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang lebih bersifat pencegahan korupsi.
Padahal, berdasarkan survei LKSP, alasan responden yang meminta program tersebut dihentikan karena kemungkinan celah korupsi jauh lebih kecil daripada alasan-alasan lain.
Astriana mengatakan sasaran dari program kartu prakerja harus jelas. Bila untuk memberikan insentif, bantuan sosial lebih baik. Sedangkan bila tujuannya untuk meningkatkan kompetensi peserta, terdapat berbagai pelatihan sejenis yang bisa didapat secara gratis.
"Jangan sampai program pelatihan kartu prakerja dibuat untuk formalitas agar mendapatkan insentif bantuan sehingga materi pelatihan terkesan mengada-ada. Ada dana besar digunakan untuk program ini," katanya.
Demikian berita ini dikutip dari ANTARANEWS.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.