Ilustrasi belanja daring. (Foto: Thinkstock/Bet_Noire)
LENSAPANDAWA.COM – Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara membela e-commerce yang dituding sebagai penyebab banjirnya produk-produk impor.
Di sisi lain, ia justru mempertanyakan mengapa distributor impor diberi izin untuk mengimpor barang dari luar negeri.
“Dikatakan penyumbang defisit negara katanya marketplace. Saya bilang bisa iya bisa tidak. Jangan disalahkan market place, tapi kenapa dia (distributor) diberi ijin impor barang,” kata Rudiantara dalam acara ulang tahun Blibli.com yang kedelapan di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat (26/7).
Rudiantara tidak menyangkal apabila e-commerce dengan model bisnis Business to Consumer (B2C) menjadi sarang produk impor. Akan tetapi, ia menekankan marketplace tidak sekonyong-konyong bisa disalahkan.
“Bisa iya kalau dia sifatnya B2C dan membawa barang dari luar. Kalau C2C itu justru penjual mengambil dari distributor yang mengimpor,” ucapnya.
Ia kemudian memberi contoh apabila menjadi pedagang kelas Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan pendapat maksimal Rp4 miliar per tahun. Ia akan membeli barang dari importir besar untuk dijual kembali di e-commerce.
“Saya menjadi pedagang dari suatu platform, saya menjual sesuatu barang dari luar negeri kan saya bukan importir besar. Saya pun belinya dari agen distributor yang ada di Indonesia,” ucapnya memberi contoh.
Lebih lanjut ia mengatakan seharusnya agen distributor juga diimbau agar tidak banyak mengimpor barang dari luar negeri.
“Distributor agen yang ada si Indonesia inilah yang kita sama-sama “ajak” untuk tidak mengimpor banyak-banyak produk luar negeri, itu dari segi tatanan regulasi,” pungkasnya.
Rudiantara mengingatkan belum tentu barang impor bisa murah karena mengambil keuntungan bisa saja lantaran Indonesia menjadi tempat ‘pembuangan’ untuk produk tersebut.
Di sisi lain, ia menekankan agar UMKM harus terus ditingkatkan karena sudah menjadi tulang punggung dalam Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia.
“Karena ekonomi indonesia sejatinya umkm. Pada 2020 kami proyeksikan nilainya US$130 miliar atau di atas 11 persen dari PDB kita. Nilai ini lebih besar dari ekonomi negara lain di Asean,” katanya.