Aktivitas gerakan literasi yang diadakan setiap Kamis di SMP 215 Meruya Utara, Jakarta Barat. (ANTARA/Dokumentasi Pribadi)
LENSAPANDAWA.COM – Pendidikan adalah ujung tombak dari upaya mewujudkan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya dalam kurun lima tahun pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Sebagai sebuah bangsa yang besar yang terdiri dari sekitar 300 suku bangsa, 700 bahasa, bermacam-macam agama dengan sekitar 230 juta jiwa yang tersebar di 17.504 pulau, semestinya cita-cita luhur itu menjadi komitmen semua elemen bangsa untuk mewujudkannya.
Cita-cita luhur tersebut semestinya tidak menjadi tanggung jawab pemerintah semata, tetapi juga swasta, lembaga kemasyarakatan dan siapapun yang memiliki kesadaran untuk bersama-sama membangun bangsa melalui pemerataan pendidikan dan peningkatan kualitasnya.
Dalam upaya menghasilkan SDM unggul yang adil dan merata, pendidikan yang berkualitas harus bisa dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Tidak hanya bagi mereka yang tinggal di pusat-pusat kota, tetapi juga mereka yang berada di daerah tertinggal dan terluar.
Untuk mencapai hal itu, pemangku kebijakan perlu memahami perkembangan dan tantangan yang dihadapi dalam sistem pendidikan saat ini.
Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan Kemdikbud Gogot Suharwoto mengatakan ada beberapa tantangan dalam sistem pendidikan saat ini, di antaranya adalah akses dan mutu.
Terkait akses, ia menyatakan akses terhadap pendidikan sudah semakin terjangkau dengan angka partisipasi di setiap jenjang pendidikan sudah cukup banyak.
Namun demikian, tingkat partisipasi anak-anak di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ternyata masih rendah.
"Sekitar empat persen. Masih ada 60 persen anak usia tiga sampai enam tahun belum sekolah," katanya.
Masalah selanjutnya adalah tentang mutu pendidikan. Ia menyebutkan kunci utama untuk meningkatkan mutu pendidikan terletak pada peran guru.
Di tengah pesatnya kemajuan teknologi dan semakin intensifnya penggunaan teknologi di dalam sistem pembelajaran, guru harus memiliki peran dalam mengarahkan murid menjadi pencipta teknologi, bukan pengguna.
"Banyak sekolah menggunakan teknologi, tetapi kualitas pembelajarannya sama saja. Nilai-nilainya sama saja."
Guru harus memiliki peran utama dalam proses belajar mengajar sehingga kehadiran teknologi tidak dijadikan sebagai andalan untuk mencapai tujuan pendidikan, tetapi memosisikannya hanya sebagai sarana.
"Menggunakan teknologi hanya untuk menggantikan buku saja. Dulunya ditulis di papan sekarang di tablet. Bukan itu. Seharusnya guru mengarahkan murid untuk menggunakan teknologi agar dapat membuat sesuatu."
Murid harus diarahkan agar tidak menggunakan teknologi secara berlebihan sehingga beralih dari fokus utamanya untuk belajar.
Teknologi harus dijadikan sebagai sarana agar murid bisa memanfaatkannya secara maksimal untuk menghasilkan sesuatu yang inovatif dan kreatif.
"Bukan dia menjadi user dari teknologi, tetapi menjadi kreator teknologi," ujarnya.
Ekosistem digital
Merangkul teknologi lebih dalam lagi ke dalam sistem pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menyiapkan ekosistem pendidikan yang berbasis digital guna menghadapi revolusi industri 4.0.
Kepala Pustekkom tersebut mengatakan teknologi semestinya bisa menjadi agen perubahan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
Penerapan teknologi di dalam sistem pendidikan tersebut tidak bisa dijalankan tanpa adanya infrastruktur, guru dan juga kurikulum.
"Jadi (penerapan) teknologi harus ada infrastruktur, ada guru dan ada kurikulum. Ini yang sedang kita siapkan," katanya.
Untuk melengkapi ekosistem yang dibutuhkan, Kemdikbud, kata dia, sudah menyiapkan kurikulum berupa mata pelajaran informatika dan seribu guru juga sudah dilatih untuk bisa menyiapkan pembelajaran yang berbasis teknologi.
Untuk mewujudkan ekosistem pendidikan berbasis digital yang lebih merata, Kemdikbud, katanya, tahun ini sudah mengalokasikan infrastruktur berupa pengadaan tablet di 36 ribu sekolah. Tahun depan juga hanya menunggu kebijakan dari menteri yang baru.
"Harapannya sudah kita prepare 62 ribu untuk tahun depan. Jadi harapannya 100 ribu sekolah sudah bisa ready," katanya.
Namun demikian, sekolah-sekolah yang dimaksud bukanlah sekolah di perkotaan, tetapi justru di daerah terpinggir, tertinggal dan terluar.
Tantangan mendatang yang mereka hadapi, katanya, adalah prioritas infrastruktur untuk sekolah-sekolah di daerah pinggiran.
"Kita sudah menyiapkan anggaran dari dana BOS mereka," katanya.
Dengan dana tersebut sekolah-sekolah dapat membeli tablet, laptop dan PC untuk sekolah-sekolah di daerah terpencil, daerah pinggiran dan terutama di daerah tertinggal.
Untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran, Kemdikbud juga sudah menyiapkan portal bernama Rumah Belajar.
Portal tersebut ditujukan untuk menjembatani kesenjangan luar biasa antara guru dan siswa.
Kepala Rumah Belajar Hasan Chabibie mengatakan aktivitas utama Rumah Belajar adalah menyediakan sumber-sumber belajar yang dapat diakses secara online oleh siapa saja, di mana saja dan kapan saja.
Konten-konten yang dikembangkan di Rumah Belajar menggunakan basis animasi, simulasi dan video untuk memperkuat persepsi siswa terhadap konten mata pelajaran yang akan disampaikan.
"Jika (Rumah Belajar) itu dilakukan terus menerus saya pikir sedikit banyak akan memengaruhi kualitas pemahaman siswa terhadap konten. Di situ lah Rumah Belajar pertama kali memberikan keuntungan, kelebihan, sehingga bisa meningkatkan kualitas (belajar)," katanya.
Portal digital tersebut Rumah Belajar saat ini memiliki 53 juta pengunjung dan 1,5 juta subscriber.
"Tentu ini belum perfect. Masih banyak materi-materi yang kurang karena prioritas kira adalah materi UNBK nasional," katanya.
Yang perlu ditingkatkan
Banyak upaya telah dilakukan Kemdikbud untuk melengkapi kebutuhan pembelajaran agar memenuhi aspek-aspek yang diharapkan.
Namun demikian, pemerintah juga perlu terus membuka diri terhadap masukan-masukan sehingga mampu mencapai tujuan bersama, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Rusbiyanto, seorang guru di sekolah swasta Bekasi, memberi catatan bahwa selain berupaya meningkatkan nilai akademik dan keterampilan siswa, pendidikan juga semestinya bisa menjadi sarana untuk memperteguh nilai-nilai moral.
Nilai-nilai moral yang perlu diperkuat dan diterapkan dalam perilaku siswa adalah kedisiplinan, kejujuran dan tanggung jawab.
"Kasus tawuran antarpelajar masih sering terjadi di banyak sekolah. Kurikulum pendidikan perlu juga memperkuat nilai-nilai kedisiplinan, kejujuran dan tanggung jawab melalui penguatan pendidikan agama," katanya.
Pendidikan semestinya tidak hanya melahirkan generasi-generasi yang cerdas, tetapi juga berbudaya dan bermoral.
Demikian berita ini dikutip dari ANTARANEWS.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.