Dua Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan ektraksi pisang raja sereh dengan mesin ekstraktor di Labotorium LIPI Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (10/10/2019). ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/ama. (ANTARA FOTO/MUHAMMAD IQBAL)
LENSAPANDAWA.COM – Pelaksana Tugas Kepala Pusat Penelitian Kebijakan Manajemen Iptek dan Inovasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dudi Hidayat mengatakan perlu penguatan kebijakan untuk mendorong sinergi antarpelaku ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dalam mempercepat kemajuan iptek dan meningkatkan daya saing bangsa.
"Kebijakan yang ada belum mampu mendorong terbangunnya sinergi antarpelaku iptek yakni pihak akademisi, bisnis, pemerintah maupun masyarakat," katanya dalam seminar "Indonesia Science, Technology and Innovation Policy and Governance : Practices and Foreseeing Indonesia Future" di Gedung LIPI, Jakarta, Selasa.
Seminar itu adalah salah satu dari program K-Innovation yang merupakan kerja sama antara LIPI dengan Science and Technology Policy Institute Korea Selatan untuk memperkuat strategi iptek Indonesia dengan belajar aktif dari pengalaman Korea Selatan. Kerja sama ini telah berjalan sejak 2017.
Menurut Dudi, kebijakan iptek saat ini dinilai memiliki kecenderungan bias pada sisi penghasil iptek. Hasil kajian LIPI yang dilakukan pada 2019 menyimpulkan kondisi tersebut disebabkan kapasitas iptek Indonesia yang masih lemah dan tata kelola penelitian dan pengembangan yang belum efisien dan produktif.
Saat ini, katanya, sektor iptek didominasi oleh pemerintah dan beroperasi dalam sistem yang tertutup.
Ia mengatakan pengeluaran dan kegiatan penelitian dan pengembangan saat ini masih didominasi lembaga litbang pemerintah dan perguruan tinggi pemerintah dengan sumber daya yang terbatas.
"Interaksi antarpelaku iptek pada tataran operasional juga terbatas, baik pemerintah, swasta dan masyarakat. Kebijakan iptek belum didukung sistem insentif yang mampu meningkatan kapasitas iptek maupun interaksi antarpelaku iptek," ujarnya.
Dikemukakannya bahwa hubungan antara iptek dan pembangunan nasional di Indonesia masih mengalami pasang surut. Di awal kemerdekaan, penguasaan iptek ditujukan untuk penguatan identitas atau kemandirian bangsa, kemudian mencapai puncaknya dengan penguasaan kemampuan teknologi tinggi yang dikaitkan dengan pembangunan industri strategis.
Namun pada era selanjutnya, kata dia, pembangunan iptek mengalami stagnasi yang berakibat pada minimnya peran iptek mendukung daya saing bangsa dan mendorong Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap).
Kondisi tersebut, kata Dudi Hidayat, diindikasikan dengan ekonomi Indonesia yang masih bertumpu pada sumber daya alam, tingkat inovasi yang belum tinggi, dan ekspor Indonesia didominasi oleh industri dengan intensitas litbang yang rendah.
Peneliti Pusat Penelitian Kebijakan Manajemen Iptek dan Inovasi LIPI Trina Fizzanty mengatakan berlakunya Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek) diyakini akan menjadi lompatan besar untuk perkembangan iptek di Indonesia.
Undang-undang ini, katanya, diharapkan dapat mendorong penguatan kapasitas iptek nasional untuk menjawab permasalahan bangsa, khususnya daya saing ekonomi. Implementasi undang-undang tersebut harus dipastikan berjalan dengan baik dan mendapatkan dukungan semua pihak.
Demikian berita ini dikutip dari ANTARANEWS.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.