Ahli Komunikasi Urai Efek Penunjukan Dokter Reisa

0
261
Ahli Komunikasi Urai Efek Penunjukan Dokter ReisaAnggota Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Reisa Broto Asmoro di Gedung Graha BNPB, Jakarta, Jumat (12/6/2020). (ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA)

LENSAPANDAWA.COM – Pengamat budaya dan komunikasi digital dari Universitas Indonesia, Firman Kurniawan, mengatakan, penunjukan Dokter Reisa Broto Asmoro ke tim komunikasi publik Gugus Tugas Covid-19 merupakan upaya pemerintah mendekatkan diri kepada masyarakat.

Firman menjelaskan pemerintah berharap melalui Reisa yang merupakan dokter influencer, dapat tercipta dialog ‘tak berjarak’ dengan khalayak.

Reisa diperkenalkan sebagai tim komunikasi gugus tugas pada 8 Juni. Dia secara bergantian dengan juru bicara gugus tugas, Yurianto, akan menyampaikan informasi harian terkait penanganan Covid-19 di dalam negeri.

“Strategi pemerintah menambah juru bicara baru, nampak sepintas memperhatikan itu [menciptakan dialog tak berjarak]. Reisa yang dokter dan influencer diharapkan menguasai pesan yang disampaikan dan sebagai influencer mampu membaca karakteristik khalayak yang dihadapinya,” kata Firman saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (12/6).

Firman mengatakan juru bicara harus mampu persoalan yang disampaikan, selain itu juga mampu membaca karakteristik sasaran pesan yang diwakili oleh media sehingga pesan dapat diterima secara utuh.

Lebih lanjut, Firman mengatakan juru bicara juga memiliki atribut-atribut tambahan, yaitu berpenampilan menarik, cara berbicara yang menyenangkan, atau latar belakang yang unik. Namun kata dia yang utama adalah mampu menciptakan dialog tak berjarak dengan khalayaknya.

“Persoalannya, berpatokan pada indikator-indikator tertentu, seperti dokter yang influencer dan lain-lain belum memastikan terciptanya dialog antara pemerintah dengan sasaran komunikasi,” kata Firman.

Bagi Firman, dialog perlu ditekankan mengingat masyarakat selalu bergerak berdasar persepsi yang berkembang di pikirannya dalam mencerna pesan.

Dalam hal persepsi yang spektrumnya sangat luas tentang Covid-19 ini, dialog dapat menyatukan persepsi tentang ancaman penularan yang masih nyata. Sehingga munculnya persepsi yang sama, yakni mendorong masyarakat bergerak bersama untuk menghindarinya.

“Ini mungkin kekosongan yang perlu diisi oleh pemerintah dalam menambah juru bicara, menghadapi masyarakat yang pendapatnya sebagian besar dibentuk oleh wacana online,” kata Firman.

Firman lebih lanjut menjelaskan secara umum, juru bicara adalah aparatus komunikasi yang digunakan oleh penyampai pesan utama untuk meniadakan jarak dengan sasaran komunikasi.

Dalam hal Covid-19, penyampai pesan utama adalah pemerintah yang bertanggung jawab terhadap kesehatan warga negara. Sedangkan sasaran komunikasi adalah seluruh warga negara Indonesia, dengan berbagai karakteristik.

“Pemerintah terbatas kemampuannya untuk bicara langsung kepada warga negara, dan warga negara pun tak mungkin beramai-ramai berinteraksi dengan pemerintah. Maka relasi yang ada, antara juru bicara pemerintah dengan media,” tutur Firman. (jnp/fea)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here