Seorang warga mengepulkan asap dari vape (roko elektrik) saat berjalan di Broadway, New York City, Amerika Serikat (9/9/2019). ANTARA/REUTERS/Andrew Kelly/aa.
LENSAPANDAWA.COM – Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Aryo Andrianto, mengungkapkan vitamin E asetat yang dicampurkan pada cairan rokok elektrik merupakan penyebab utama atas sejumlah kasus kematian yang terjadi di Amerika Serikat.
Menurut Aryo, temuan itu diumumkan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC)
“Penemuan dari CDC ini mengungkap fakta baru bahwa rokok elektrik tidak dapat disalahkan sepenuhnya atas kasus kematian yang terjadi di Amerika Serikat. Yang perlu diperhatikan adalah adanya penyalahgunaan narkoba dan vitamin E asetat pada cairan rokok elektrik," kata Aryo melalui pesan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Jumat.
CDC merekomendasikan bahwa pengguna seharusnya tidak menambahkan THC, vitamin E asetat, maupun bahan tambahan lainnya yang tidak seharusnya dicampurkan atau tidak dibuat oleh produsen resmi ke dalam rokok elektrik.
"Hasil ini semestinya menjadi acuan bagi Kementerian Kesehatan dan BPOM agar tidak membuat keputusan keliru terhadap rokok elektrik terkait dalam upaya pelarangan total dari produk ini di Indonesia,” kata Aryo.
CDC menyimpulkan bahwa vitamin E asetat adalah masalah utama yang menyebabkan pengguna rokok elektrik menderita penyakit paru-paru atau yang disebut sebagai e-cigarette or vaping product use associated lung injury (EVALI).
Berdasarkan hasil pengujian sampel di laboratorium CDC terhadap 29 pasien yang terkena EVALI, ditemukan adanya vitamin E asetat pada cairan bronchoalveolar lavage (BAL) di seluruh paru-paru pasien. Selain itu, tetrahidrokanabinol (THC), senyawa yang terdapat pada ganja, juga ditemukan sebanyak 82 persen dari sampel pasien, sedangkan nikotin sebesar 62 persen.
Peneliti dan Ketua Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP), Achmad Syawqie, menjelaskan vitamin E asetat digunakan sebagai zat pengental dalam rokok elektrik yang mengandung THC. “Vitamin E asetat ini sangat lengket karena bersifat oil-based dan ketika masuk ke dalam paru-paru, zat ini melekat di organ tersebut. Karena sifatnya yang lengket, akhirnya membuat THC juga menempel di paru-paru,” tegas Syawqie.
Sementara itu, di Indonesia dinilai rokok elektrik memiliki zat karsinogen dan racun yang bisa menyebabkan berbagai penyakit seperti kanker, penyakit paru, gangguan kesehatan mulut, hingga tuberkulosis menurut berbagai penelitian.
Mengutip data dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) rokok elektrik mengandung nikotin; karsinogen seperti propylene glycol, gliserol, dan formaldehid nitrosamin; bahan toksik seperti logam dan silikat; serta nanopartikel.
Rokok elektronik memiliki substansi yang bersifat karsinogenesis sehingga memiliki risiko perubahan sel dan mencetuskan timbulnya beberapa kanker tertentu seperti kanker paru, kanker mulut dan tenggorokan.
Selain itu, rokok elektronik juga berpotensi menimbulkan gangguan pada pencernaan, sistem imun, dan timbulnya trombosis.
PDPI menyebut rokok elektrik berdampak pada sistem paru dan pernapasan, seperti peningkatan peradangan atau inflamasi, kerusakan epitel dan sel, menurunkan sistem imun lokal paru dan saluran napas, peningkatan hipersensitif saluran napas, risiko asma dan emfisema.
Demikian berita ini dikutip dari ANTARANEWS.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.