Ilustrasi (ANTARA FOTO/Zabur Karuru)
LENSAPANDAWA.COM – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengirim tim ekspedisi ke Samudera Hindia atau Samudera Indonesia. Tim ekspedisi Indonesia PRIMA ((Indonesia Program Initiative on Maritime Observation and Analysis) ini dikirim untuk menggambarkan profil kedalaman kondisi laut dan profil vertikal atmosfer secara bersamaan.
Ekspedisi ini menurut Kepala BMKG Dwikorita Karnawati tim ini akan menguak misteri bawah laut yang belum terungkap. Ia mengistilahkan misteri ini sebagai black hole. Namun, istilah ini berbeda dengan istilah lubang hitam di ruang angkasa.
“Agar tim ekspedisi dapat menguak blackhole atau banyak misteri di samudera kita yang ada di Indonesia,” kata Dwi di Gedung BMKG, Jakarta, Senin (11/11). “Black hole hanya kiasan yang artinya misteri yang belum terkuak karena kurangnya titik-titik observasi di Perairan Nusantara dan Samudera Hindia,” tuturnya saat dihubungi terpisah oleh CNNIndonesia.com.
Menurut Dwi ekspedisi ini dibutuhkan karena saat ini perairan nusantara dan Samudera Hindia masih belum terjamah.
Selain untuk menguak misteri samudera, ekspedisi ini juga dilakukan agar lebih memahami interaksi laut dan udara. Peneliti ikut membawa alat menyertakan multibeam echosounder (MBS). Alat ini digunakan untuk melihat profil batimetri atau kedalaman laut di wilayah penelitian di Samudera Hindia dan sekitar Benua Asia.
Menurut dia, dari sejumlah ekspedisi di lautan perlahan mulai terkuak hal-hal dalam kemaritiman nasional lewat ekspedisi Indonesia PRIMA.
Indonesia PRIMA tahun ini akan diselenggarakan pada 12 November-10 Desember 2019 dengan tema “Observasi untuk Memahami Kompleksitas Samudera yang Terus Berubah”.
Program ekspedisi tersebut merupakan kerja sama tahun jamak selama lima tahun antara BMKG dengan Lembaga Nasional Kelautan dan Keatmosferan Amerika Serikat (NOAA).
Kegiatan juga ditujukan sebagai upaya merawat, menambah dan memperbaharui buoy/mooring laut ATLAS. Buoy biasa dipakai untuk alat deteksi tsunami dan deteksi berbagai parameter terkait cuaca.
Ekspedisi tersebut juga menggandeng BPPT sehingga ekspedisi menggunakan Kapal Baruna Jaya I dengan berawak dua ahli kelautan NOAA, 12 peneliti BMKG, tiga akademisi dan empat peneliti BPPT.
Demikian berita ini dikutip dari CNNINDONESIA.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.