Ilustrasi kebakaran hutan dan lahan di Sumatra pada 5 Agustus 2019. (Foto: ANTARA FOTO/Ahmad Rizki Prabu)
LENSAPANDAWA.COM – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengatakan akan melakukan modifikasi cuaca berupa hujan buatan untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan di Sumatra dan Kalimantan.
Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BBTMC-BPPT) Tri Handoko Seto mengatakan masih ada peluang besar terjadinya hujan di Sumatra dan Kalimantan.
Secara historis, Tri mengatakan penignkatan jumlah titik api signifikan di Sumatra pada Juni dan Kalimantan mulai Juli, sementara puncaknya terjadi pada Agustus dan September.
“Pantauan saat ini, di wilayah Sumatera dan Kalimantan masih terdapat pertumbuhan awan sehingga penerapan teknologi modifikasi cuaca berpeluang besar. Kami sudah menyerahkan data pada pihak BNPB untuk modifikasi cuaca di Sumatera dan Kalimantan. Namun, memang baru provinsi Riau yang dilaksanakan TMC,” ujar Tri melalui keterangan resmi, Jumat (9/8).
Sementara itu Tri mengatakan pihaknya sudah melakukan modifikasi cuaca untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau. Hingga Juli BPPT mencatat tidak ada titik api (hotspot).
BPPT mencatat sudah melakukan antisipasi karhutla di Riau dengan mengerahkan 63 penerbangan dengan menghabiskan sekitar 50 ribu kg bahan semai pada 26 Februari hingga 20 April 2019.
Pada periode 22 Mei hingga 3 Agustus, operasi hujan buatan dilaksanakan dua tahap yakni dengan menggunakan sistem flare dan bahan semai. Pada tahap pertama total jam terbang 36 jam menghabiskan 74 Gygroscopic flare dan 4 Agl BIP dengan menggunakan PK-TMC (BPPT). Sedangkan tahap kedua, total jam terbang 25 jam dengan menghabiskan 12.400 kg bahan semai mengggunakan pesawat Cassa 212-200 PK-PCT.
“Rentang waktu tersebut menghasilkan 114, 27 juta meter kubik air,” ucapnya.
Menurutnya jumlah titik api juga dipengaruhi pada Juni hingga September curah hujan berkurang. Data curah hujan sangat rencah pada 2009-2018 pada Juli dan Agustus mencatat Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat sehingga berpotensi terjadi kebakaran hutan dan lahan.