Dede Farhan Aulawi, Aktif Fikirkan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Kepariwisataan

0
156

LENSAPANDAWA.COM, – JAKARTA. Indonesia sebagaimana banyak negara di dunia ini menghadapi masalah penyerapan ketenagakerjaan karena ketidakseimbangan antara daya serap tenaga kerja dengan peningkatan jumlah tenaga kerja dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, masalah ini harus menjadi perhatian bersama dalam penyediaan lapangan kerja yang mampu menyerap tenaga kerja yang tersedia. Memang kadangkala yang menjadi persoalan juga soal kompetensi yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh dunia kerja, baik instansi pemerintah maupun swasta “, ujar Ketua Umum Prawita GENPPARI Dede Farhan Aulawi ketika ditemui di Bandung, Minggu (30/8).

 

Lebih jauh dia juga menyampaikan bahwa organisasinya sedang merumuskan perluasan dan diversifikasi ragam wisata agar mampu membantu penyerapan tenaga kerja di sektor yang terkait dengan kepariwisataan. Termasuk pemenuhan kompetensi dan standarisasi yang sangat diperlukan agar memiliki kualifikasi yang seragam dalam memenuhi kebutuhan pasar pariwisata Indonesia maupun pasar internasional. Hanya saja karena saat ini masih masa pandemi covid 19, maka pasar manca negara agak terhambat. Namun demikian ini bisa menjadi kesempatan untuk menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan saat wabah virus corona bisa teratasi nantinya. Ungkap Dede.

 

Kemudian Dede juga menjelaskan masalah ketenagakerjaan dengan merujuk pada Undang-Undang No.13 Tahun 2013 tentang ketenagakerjaan dijelaskan bahwa Ketenagakerjaan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan tenaga kerja baik pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Peraturan tersebut dilandasi dengan tujuan untuk memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi, mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah, memberikan pelindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan, dan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Apalagi berdasarkan Pasal 5 UU 13/2013 menegaskan bahwa setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan tanpa adanya diskriminasi. Jadi seluruh masyarakat Indonesia, baik yang tinggal di desa maupun di kota memiliki kesempatan yang sama untuk bekerja dan berkarya sesuai dengan profesi yang ditekuninya masing – masing.

 

Adapun klasifikasi tenaga kerja dibagi menjadi tiga kelompok yaitu pertama, Tenaga Kerja Terdidik yaitu tenaga kerja yang mempunyai keahlian pada bidang tertentu atau khusus yang diperoleh dari bidang pendidikan. Sebagai contoh: dosen, dokter, guru, pengacara, akuntan dan sebagainya. Kedua, Tenaga Kerja Terlatih, yaitu tenaga kerja yang memiliki keahlian pada bidang tertentu atau khusus yang diperoleh dari pengalaman dan latihan. Sebagai contoh: supir, tukang jahit, montir dan sebagainya. Ketiga Tenaga Kerja Tidak Terdidik dan Tidak Terlatih, yaitu tenaga kerja yang mengandalkan tenaga, tidak memerlukan pendidikan maupun pelatihan terlebih dahulu. Sebagai contoh: kuli, pembantu rumah tangga, buruh kasar dan sebagainya.

 

Klasifikasi diatas mendorong pengaturan terkait pelatihan kerja sebagaimana diatur dalam Bab V UU 13/2013, agar kualifikasi tenaga kerja Indonesia dapat semakin baik. Dalam pelaksanaannya, pelaku usaha dan tenaga kerja mengikatkan diri dalam suatu hubungan hukum melalui ikatan atau perjanjian kerja yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak, bersifat tertulis atau lisan dan dilandasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku. Apabila timbul perselisihan antara pengusaha dan tenaga kerja, maka hukum yang mengatur adalah Undang Undang No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Setiap bentuk perselisihan memiliki cara atau prosedur yang berlaku dan harus diikuti oleh kedua belah pihak baik itu melalui cara berunding, mediasi, konsiliasi, arbitrase maupun diselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial.

 

Jika menilik beberapa kasus ketenagakerjaan yang terjadi selama ini, permasalahan klasik yang muncul di Indonesia adalah percepatan pertumbuhan angkatan kerja tidak disertai dengan percepatan pertumbuhan lapangan pekerjaan atau penawaran tenaga kerja tidak seimbang dengan meningkatkan permintaan tenaga kerja. Setiap tahunnya terjadi peningkatan jumlah penduduk yang siap kerja. Belum lagi dengan persaingan antar pekerja yang semakin ketat.

 

“ Masalah – masalah tersebut seyogianya melahirkan pemikiran – pemikiran baru yang patut direnungkan. Mulai dari lembaga pendidikan agar bisa menyiapkan mindset lulusannya untuk tidak sekedar mencari kerja, tetapi juga menyiapkan agar mereka siap menjadi wirausahawan baru. Mereka jangan lagi sekedar pencari kerja, tetapi harus mulai berfikir untuk menjadi penyedia lapangan kerja. Termasuk semua bidang yang terkait dengan kepariwisataan yang sangat luas, mulai dari perhotelan, rumah makan, pengrajin cinndera mata/ UMKM, tour guide, Travel Consultant, travela agent, pengusaha transportasi, dan lain – lain. Jika semua bisa bekerjasama, dan bahu membahu untuk saling mendukung maka masalah ketenagakerjaan bisa diminimalisir. Untuk itulah Prawita GENPPARI terus menerus menggali potensi wisata dan membantu promosi serta pemasaran secara lebih luas agar semakin banyak tenaga kerja yang terserap di sektor pariwisata “, pungkas Dede menutup percakapan. (RED/FPRN)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here