Volvo XC90. (Foto: volvocars.com)
LENSAPANDAWA.COM – Dorongan untuk menghasilkan mobil ramah lingkungan jenis hybrid, pulg-in hybrid bahkan listrik semakin gencar dilakukan. Hal ini membuat pemanufaktur berpikir menciptakan mobil serupa, salah satunya dua perusahaan yang bergabung pada 2010, yaitu Volvo dan Geely.
Volvo Cars dan Zhejiang Geely Holding Group (ZGH) telah mengumumkan rencana untuk menggabungkan operasi mesin pembakaran internal (ICE) yang ada menjadi bisnis mandiri.
Entitas baru akan bertanggung jawab untuk pengembangan mesin pembakaran dalam generasi berikutnya dan powertrain hybrid untuk disuplai ke perusahaan di bawah ZGH, seperti Geely Auto, Proton, Lotus, London Electric Vehicle Company, Lynk & Co.
Entitas baru akan menyuplai pasokan mesin pembakaran dalam ke Volvo yang diselanjutnya dirakit menjadi mobil hybrid, plug-in hybrid yang.
Sementara Volvo akan fokus pada pengembangan mobil listrik sebagai bagian dari ambisi perusahaan untuk memprioritaskan keberlanjutan sebagai inti dari operasinya.
Perusahaan asal Swedia itu sebelumnya menyatakan bahwa punya target setengah dari penjualannya di dunia merupakan mobil listrik EV, dan sisanya model mobil hibrida pada 2025.
Presiden dan CEO Volvo Cars Hakan Samuelsson, entitas baru di bawah Volvo Cars dan ZGH akan mengurangi beban insinyur Volvo yang dalam beberapa tahun harus menciptakan mesin konvensional dan hybrid serta listrik.
“Dengan perubahan ini kami menghindari ketimpangan,” kata Samuelsson mengutip Paultan, Selasa (8/10).
Volvo berhasil mencatat rekor penjualan 642.253 unit pada 2018, dan berharap dapat mencapai 800.000 unit pada 2020. Di satu sisi, Volvo percaya mobil listrik akan menjadi mobilitas masa depan. Karena itu elektrifikasi industri otomotif akan dilakukan secara bertahap
“Mobil hybrid membutuhkan mesin pembakaran internal terbaik. Unit baru ini akan memiliki sumber daya, skala, dan keahlian untuk mengembangkan biaya powertrain ini secara efisien, “kata Samuelsson.
Menurut Volvo, bisnis baru ini diperkirakan akan menyerap sekitar 3.000 karyawan dari Volvo dan sekitar 5.000 dari Geely. Kedua perusahaan meyakini tidak ada pengurangan buruh pabrik.
“Kami memiliki keuntungan dengan melakukan restrukturisasi yang sangat mendasar ini sangat awal karena pasar untuk mesin pembakaran tidak akan tumbuh di masa depan. Kami melakukan hal yang tepat, yaitu memanfaatkan sinergi. Itulah yang Anda lakukan ketika berhadapan dengan pasar [otomotif] yang menyusut,” jelas Samuelsson.
Demikian berita ini dikutip dari CNNINDONESIA.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.