Foto: Istockphoto/metamorworks
LENSAPANDAWA.COM – Perkembangan teknologi mendorong pemanfaatan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) semakin masif. Teknologi kecerdasan buatan dinilai dapat memaksimalkan efisiensi berbagai industri.
Studi yang dilakukan IDC Indonesia menunjukkan bahwa AI adalah investasi jangka panjang dan terus berevolusi. Walaupun, keuntungan yang didapat tidak bisa dilihat dalam 1-2 tahun ke depan dan baru terlihat di atas empat tahun.
IDC Indonesia merekomendasikan strategi investasi AI jangka panjang, tidak hanya oleh satu unit atau fungsi bisnis, tapi strategi secara enterprise.
Direktur Regional Indonesia dan Filipina Insider Joe Harahap menilai pemanfaatan AI dapat mengatasi dua masalah utama perusahaan.
“Penggunaan AI itu untuk mengatasi dua problem utama yang kerap dihadapi perusahaan, yakni kompleksitas dan skalabilitas. Saat kita dihadapkan pada data perilaku pengguna yang begitu dinamis dan melimpah, penggunaan AI sangat membantu dalam menganalisa data-data tersebut,” ujar Joe dalam keterangan resmi, Rabu (16/10).Joe menambahkan kecerdasan buatan bisa lebih membantu para pengiklan memproduksi pemasaran yang lebih tersegmentasi dan targeted.
Namun, Joe menilai investasi pada AI bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Setidaknya ada beberapa langkah yang bisa dipertimbangkan saat hendak mengadopsi AI. Pertama, tentukan playground atau masalah yang hendak dipecahkan perusahaan
“Apakah itu bisa diselesaikan lewat AI? Karena tidak selamanya AI baik untuk semua jenis industri dan solusi. Bisa saja, sebulan atau satu setengah tahun setelah perusahaan mengadopsi AI, namun belum juga menemukan data yang terkurasi dan sesuai dengan kebutuhan atau problem yang hendak diselesaikan di awal,” paparnya.
Kedua, mengingat initial investment AI terbilang tinggi, ada baiknya perusahaan mempertimbangkan untuk berpartner dengan mitra lain yang memiliki resource atau tim yang jauh lebih menguasai teknologi AI.
Kecerdasan Buatan untuk Industri Keuangan
Sejalan dengan manfaat kecerdasan buatan, Microsoft pun baru-baru ini membuat sebuah studi Future Ready Business: Assessing Asia-Pasific’s Growth with AI.
Studi ini mengemukakan bahwa organisasi yang mengimplementasikan AI dapat meningkatkan daya saing hingga 41 persen alam tiga tahun mendatang. Studi ini juga mengungkapkan bahwa lebih dari setengah atau sekitar 52 persen pelaku industri keuangan di Asia Pasifik telah memulai perjalanan AI mereka. Angka ini lebih tinggi dari jumlah rata-rata Asia-Pasifik, yang berjumlah 41 persen, menandakan bahwa sektor keuangan selangkah lebih maju dari sektor lainnya di wilayah yang sama.
Layanan keuangan, mulai dari pembayaran abonemen, penyimpanan uang hingga transaksi belanja, merupakan salah satu layanan yang dekat dengan keseharian masyarakat.
Presiden Direktur Microsoft Indonesia Haris Izmee mengungkap ekonomi digital telah menghasilkan tuntutan bagi organisasi untuk mengubah diri agar tetap relevan bagi pelanggan. “Di Indonesia kita melihat adanya pemain baru, terutama layanan non-perbankan dalam industri keuangan yang mampu menjangkau pelanggan melalui layanan berbasis teknologi. Disrupsi ini mengharuskan pemain lama untuk tetap relevan, termasuk mengubah strategi mereka.” paparnya.
Temuan studi juga mengemukakan sembilan dari sepuluh pemimpin bisnis dari industri keuangan setuju bahwa AI adalah instrumen penting bagi daya saing industri. Meskipun begitu, tantangan terbesar yang dihadapi oleh para pelaku industri keuangan mencakup kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang terampil, sumber dan program pembelajaran, serta kepemimpinan dan perangkat analisis yang kurang memadai. “Perusahaan masih menghadapi tantangan dalam memaksimalkan kemampuan AI untuk mempercepat perjalanan transformasi mereka. Sering kali, mereka terhalang berbagai tantangan dalam infrastruktur, keterampilan, dan budaya yang ada.”, ujar Victor Lim, Vice President, Consulting Operations, IDC Asia/Pacific. Ada enam dimensi yang berkontribusi terhadap kesiapan industri keuangan untuk menerapkan AI, termasuk strategi, investasi, budaya, kapabilitas, infrastruktur, dan data.
Kendati organisasi di industri keuangan telah memimpin dalam seluruh dimensi di kawasan Asia-Pasifik, mereka masih tertinggal dalam hal pemimpin yang paham pentingnya AI dalam area seperti kapabilitas, infrastruktur, strategi, dan budaya.
Demikian berita ini dikutip dari CNNINDONESIA.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.