KRI Usman Harun diturunkan di perairan Natuna hadapi China. (Dok. Puspen TNI)
LENSAPANDAWA.COM – TNI Angkatan Laut (AL) menerjunkan sejumlah Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) jenis Fregat dan Korvet untuk mengamankan perairan Natuna Utara, Kepulauan Riau dari kehadiran kapal-kapal Coast Guard China yang mengawal nelayan China menangkap ikan di laut Indonesia.
Kepala Dinas Penerangan Koarmada I Letkol Laut (P) Fajar Tri Rohadi mengatakan salah satu kapal perang KRI yang diterjunkan di perairan Natuna adalah KRI Usman Harun 359.
“KRI Usman 359 adalah kapal perang jenis F2000 Korvet,” kata Fajar kepada CNNIndonesia, Rabu (8/1).
Mengutip laman tnial.mil.id, KRI Usman Harun yang diluncurkan pada Juni 2011 dengan bobot 1,940 ton ini memiliki 1 meriam Oto Melara 76 mm, 2 meriam MSI Defence DS 30B REMSIG 30 mm, dan peluncur tripel torpedo BAE System 324 mm untuk perang atas air dan bawah air.
Selain itu, dilengkapi pula dengan 16 tabung peluncur peluru kendali permukaan-ke- udara VLS MBDA MICA (BAE System), 2 set 4 tabung peluncur peluru kendali MBDA (Aerospatiale) MM-40 Block II Exocet.
Mengutip laman Naval Technology, KRI Usman Harun dilengkapi dengan Radar Navigasi dan Surveillance untuk mendukung pengamatan udara.
Kapal ini juga dibekali Radar Tracker untuk mengendalikan arah dan elevasi secara akurat terhadap sasaran Meriam 76 mm Oto Melara Super Rapid Gun (OSRG) dan 30 mm di lambung kanan dan kiri kapal yang dapat berperan sebagai CIWS (Close in Weapon System) jika ada bahaya udara mengancam kapal tersebut.
Kelengkapan system sensor senjata juga dilengkapi dengan EOTs (Electro Optical Tracker System) untuk pengendalian meriam kapal dan pengamatan secara visual oleh kamera yang ada.
KRI Usman Haru juga dilengkapi sensor bawah air yang memiliki tingkat akurasi yang baik dalam mendeteksi dan mengklasifikasi kontak bawah air yaitu sonar.
Tak hanya itu, propulsion system maupun pesawat-pesawat bantu yang ada di kapal tersebut dikontrol secara komputerisasi oleh IPMS (Integrated and Platform Manajemen System) sehingga jika ada kerusakan atau failure pada salah satu sistem kapal akan terdeteksi secara dini.
[Gambas:Video CNN]
Kapal perang ini memiliki panjang 95 meter, lebar 12,7 meter, dengan berat 2.300 ton. Dengan kemampuan mesin 4 x MAN 20 RK270 Diesel, kapal ini memiliki kecepatan 30 knot. Kapal terbaru yang nantinya masuk jajaran Satuan Kapal Eskorta Armatim ini, dilengkapi dengan Radar dan Avionik Sonar: FMS 21/3 Hull Mounted Sonar buatan Thales, Prancis.
Sejarah KRI Usman Harun
KRI Usman Harun ini pernah membuat Singapura dongkol saat hendak membantu proses pencarian dan evakuasi tragedi jatuhnya AirAsia QZ8501 di perairan Karimata, Kalimantan Tengah, Januari 2015 silam.
Saat itu sejumlah media Singapura menganggap pengiriman KRI Usman Harun 359 untuk membantu pencarian dan evakuasi AirAsia QZ8501 sebagai langkah kontroversi. Salah satunya Channel News Asia (CNA) yang memasang artikel dengan judul ‘Indonesia deploys controversial KRI Usman Harun for AirAsia plane search’.
CNA menyinggung soal penamaan KRI buatan BAE Systems Marine tersebut. KRI Usman Harun itu diambil dari dua nama prajurit TNI, Usman Janatin dan Harun Thohir, yang melakukan pengeboman MacDonald House pada 1965 dan menewaskan tiga orang serta melukai 33 orang lainnya.
Oleh Singapura, Usman dan Harun kemudian divonis hukuman mati dengan cara digantung.
Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng bahkan meradang dengan TNI yang memberi nama Usman Harun pada KRI dimaksud. Eng menyatakan KRI Usman Harun haram berlabuh di Singapura. Termasuk melarang Angkatan Laut Singapura berlayar bersama KRI Usman Harun dalam latihan bersama.
Berbeda dengan versi Singapura, Indonesia menganggap Usman dan Harun sebagai pahlawan. Keduanya merupakan prajurit Korps Komando Operasi (KKO) atau kini dikenal sebagai Korps Marinir TNI Angkatan Laut.
Dikutip dari berbagai sumber, keduanya merupakan bagian dari operasi militer Komando Mandala Siaga. Operasi tersebut bagian dari seruan Presiden Sukarno untuk mengganyang Malaysia yang disebutnya hanya negara boneka Inggris.
Selain Usman dan Harun, satu prajurit lainnya adalah Gani bin Arup. Pada 8 Maret 1965 Mereka kemudian dikirim untuk melakukan sabotase di Singapura yang saat itu masih menjadi bagian dari Federasi Malaysia. Mereka kemudian melakukan pengeboman berbekal bahan peledak 12,5 kilogram di MacDonalds House.
Ketiganya kemudian melarikan diri usai melakukan aksi awal ganyang Malaysia tersebut. Namun tiga hari kemudian Usman dan Harun tertangkap, sementara Gani berhasil lolos.
Demikian berita ini dikutip dari CNNINDONESIA.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.