Ilustrasi. Fenomena alam titik balik matahari dan gerhana matahari cincin terjadi pada Minggu (21/6). Banyak teori konspirasi mengaitkan fenomena langka ini dengan kiamat. (ANTARA FOTO/M N Kanwa)
LENSAPANDAWA.COM –
Fenomena alam titik balik matahari dan gerhana matahari cincin (GMC) terjadi pada Minggu (21/6). Banyak teori konspirasi dunia mengaitkan kedua fenomena langka ini dengan hari kiamat.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menyebut fenomena ini sebagai cincin api solstis. Fenomena ini terbilang langka karena terjadi terakhir kali pada 21 Juni 1648 dan akan terulang lagi pada 21 Juni 2039.
Sejumlah teori konspirasi mengaitkan fenomena langka ini dengan hari kiamat. Seorang penginjil Kristen, Paul Begley mengatakan bahwa cincin api solistis menandakan akhir dunia yang telah dekat.
Begley menunjukkan bahwa beberapa dari 10 tulah Firaun dalam Alkitab sudah melanda dunia saat ini. Salah satunya adalah wabah belalang serupa di Alkitab yang terjadi di beberapa bagian Afrika, Timur Tengah, dan Asia.
Dikutip dari Begley mengaitkan cincin api solstis dengan tulah kesembilan, yakin kegelapan. Dalam kanal YouTube pribadi, Begley mengatakan gerhana matahari solistis bisa menjadi tulah.
Akan tetapi, Begley tidak menyebutkan tulah lain yang mencakup katak, penyakit sampar, lalat pikat, bisul atau barah, kutu, hingga sungai yang berubah menjadi darah.
Selain Begley, teori konspirasi juga menyebut bahwa perhitungan ulang kalender Maya menunjukkan kiamat akan terjadi pada 21 Juni 2020.
Pernyataan itu muncul setelah klaim kiamat melanda seluruh dunia pada 21 Desember 2012 lalu. Meski meleset, tahun tersebut diprediksi sebagai awal dari akhir dunia.
Laporan malapetaka bumi muncul setelah pengguna Twitter bernama Paolo Tagaloguin mengunggah serangkaian cuitan yang mengklaim telah menghitung ulang tanggal berakhirnya kalender Long Count Mesoamerika.
Menurut New York Post, Tagaloguin mencatat perbedaan dalam cara perhitungan kalender. Akibatnya, beberapa laporan media mengatakan tanggal sebenarnya kalender Maya berakhir adalah 21 Juni 2020.
Dilansir dari Tagaloguin menghitung berdasarkan kalender Julius. Ia mengatakan, berdasarkan kalender tersebut, saat ini Bumi berada di tahun 2012, mendekati kiamat yang terjadi tanggal 21 Desember 2012.
[Gambas:Twitter]
Paolo dalam cuitannya menyebut jumlah hari yang hilang dalam satu tahun karena pergeseran dari Kalender Julian ke Kalender Gregorian yang saat ini digunakan oleh manusia adalah 11 hari.
Selama 268 tahun menggunakan Kalender Gregorian (1752-2020) dikalikan 11 hari menghasilkan 2.948 hari. Jumlah 2.948 hari kemudian dibagi 365 hari (per tahun) menghasilkan 8 tahun. Kemudian 2020 dikurangi 8 menghasilkan 2012.
Menanggapi berbagai teori konspirasi yang muncul, LAPAN mengatakan bahwa pernyataan Tagaloguin tersebut sebagai sesuatu yang tidak masuk akal.
Peneliti LAPAN, Rhorom Priyatikanto mengatakan bahwa Tagaloguin hanya mencoba mencocokkan berbagai faktor saja, tapi tanpa dasar yang kuat.
“Pemikiran Tagaloguin yang menggunakan aturan kalender Julian tidak masuk akal. Hanya cocok-mencocokkan tanpa dasar yang kuat,” kata Rhorom saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (19/6).
Tak hanya itu, teori konspirasi lain juga menyebutkan soal keberadaan planet Nibiru atau planet X yang baru-baru ini berembus kencang di media sosial. Isu ini ramai akibat video viral di media sosial yang mengklaim menunjukkan bahwa planet X berada di atas Bumi.
Para ahli teori konspirasi mengklaim Planet Nibiru akan menabrak Bumi pada 21 Juni.
Namun, keberadaan Planet Nibiru ini pun ditepis oleh sejumlah ilmuwan. Hingga saat ini, Pusat Studi Objek Dekat Bumi di Jet Propulsion Laboratory NASA belum mencatat adanya planet yang menuju ke arah Bumi.
(jnp/asr)