Ilustrasi. Gojek merespons isu merger dengan Grab. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
LENSAPANDAWA.COM – Perusahaan Gojek dikabarkan tengah melakukan pembicaraan untuk melakukan merger dengan Grab. Keduanya adalah perusahaan dengan valuasi lebih dari US$10 juta atau dikenal dengan istilah decacorn.
Berdasarkan laporan The Information, kedua perusahaan sudah sering melakukan pertemuan informal dalam dua tahun terakhir. Namun, pembicaraan untuk menggabungkan kedua perusahaan disebut makin intens dalam beberapa bulan terakhir.
Laporan itu juga menyebut Presiden Grab Ming Maa dan CEO Gojek Andre Soelistyo telah melakukan pertemuan awal bulan ini. Pertemuan itu disebut sebagai langkah akhir dari pembicaraan penyatuan kedua perusahaan. Namun, disebutkan kalau keduanya masih jauh dari kata sepakat.
Sebab, berdasarkan sumber The Information, Gojek meminta bagian 50:50 atas jika rencana merger ini dilakukan. Hal ini diungkap Grab kepada para investor utama mereka. Sebab, Gojek tidak ingin operasional mereka dikuasai Grab. Sebelumnya, Grab sempat mengakuisisi Uber dan mengambil alih seluruh operasinal mereka di Asia Tenggara.
Batu sandungan lain terkait nilai valuasi kedua perusahaan yang berbeda dan aturan merger. Meski sama-sama menyandang status decacorn, namun valuasi Grab sudah melebihi Gojek. Dengan adanya investor-investor baru, Grab kini sudah meraup nilai US$14 miliar, seperti dikutip CNN. Sementara Gojek masih bernilai US$10 miliar.
Gojek menampik pemberitaan tersebut.
“Tidak ada rencana untuk melakukan merger dan laporan media mengenai hal tersebut tidak akurat,” jelas juru bicara Gojek seperti dikutip The Strait Times.
Saat dihubungi, pihak Gojek Indonesia dan Grab Indonesia tidak memberi tanggapan terkait isu ini.
Sementara itu Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate berharap konsolidasi perusahaan bisa mengembangkan ruang digital di Indoneisa.
“Kalau rencana itukan aktifitas business to business ya. Yang pasti kita harapkan konsolidasi-konsolidasi dalam rangka menyemarakan bisnis diruang di ruang digital di Indonesia,” jelasnya saat ditemui di Jakarta, Selasa (25/2).
Sebelumnya, pejabat senior yang terkait dengan salah satu perusahaan ini sempat memberitahukan Deal Street Asia kalau kolaborasi dua perusahaan mungkin terjadi. Namun, keduanya mesti menghentikan perang harga untuk layanan transportasi online dan pengantaran makanan mereka. Sebab, perang harga ini yang menjadi sumber kerugian perusahaan.
Ia lantas mencontohkan Uber dan Ola, keduanya sama-sama perusahaan transportasi online seperti Grab dan Gojek. Di India, Uber dan Ola membuat kesepakatan untuk mengurangi insentif pengemuda dan menaikkan harga layanan mereka dalam dua tahun terakhir.
[Gambas:Video CNN]
Namun, petinggi Gojek membantah.
“Tidak ada diskusi seperti itu,” jelas sumber Deal Street Asia.
Ia menyebut tidak mungkin mereka membuat kesepakatan untuk memotong subsidi pengemudi atau meningkatkan harga layanan. Sebab, hal ini adalah tindakan ilegal. Pemerintah di negara-negara tempat Grab dan Gojek beroperasi bakal menjatuhi hukuman bagi kedua perusahaan dengan tuduhan kolusi.
Demikian berita ini dikutip dari CNNINDONESIA.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.