Ilustrasi – harga minyak dunia. ANTARA/Ardika/am.
LENSAPANDAWA.COM – Harga minyak turun sedikit pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), tertekan oleh data yang menunjukkan peningkatan besar dalam produk-produk olahan AS tetapi memulihkan beberapa kerugiannya kemudian menyusul penandatanganan perjanjian perdagangan Fase 1 antara Washington dan Beijing.
Minyak mentah berjangka Brent kehilangan 49 sen atau 0,8 persen menjadi menetap di 64 dolar AS per barel, sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) berakhir 42 sen atau 0,7 persen lebih rendah pada 57,81 dolar AS per barel.
"Dorongan bullish yang kami perkirakan dari laporan EIA mingguan hari ini gagal berkembang dan sebagai akibat, harga minyak tampak menuju level yang lebih rendah daripada yang kami perkirakan meskipun terjadi pemulihan di akhir sesi," Jim Ritterbusch, presiden perusahaan penasihat perdagangan Ritterbusch and Associates, mengatakan dalam sebuah catatan.
Di bawah perjanjian perdagangan Fase 1, China akan membeli 18,5 miliar dolar AS lebih banyak dalam produk-produk energi AS di tahun pertama dan 33,9 miliar dolar AS di tahun kedua.
Namun, para pedagang komoditas dan analis tetap berhati-hati — berusaha keras untuk memetakan bagaimana China akan mencapai jumlah yang menakjubkan yang menjadi komitmennya untuk dibeli dari Amerika Serikat.
Trump mengatakan ia akan menghapus semua tarif AS pada impor China segera setelah kedua negara menyelesaikan Fase 2 dari perjanjian perdagangan mereka, menambahkan ia tidak berharap akan ada pakta Fase 3.
Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group di Chicago, mengatakan harga memangkas kerugian awal karena "optimisme seputar kesepakatan perdagangan AS-China dan harapan bahwa permintaan minyak akan terus menjadi kuat."
Sebelumnya, harga minyak turun ke level terendah dalam lebih dari sebulan setelah pemerintah AS melaporkan kenaikan besar dalam persediaan bensin dan produk sulingan serta rekor produksi minyak mentah.
Stok bensin AS pekan lalu naik ke level tertinggi sejak Februari, sementara persediaan produk sulingan melonjak ke level tertinggi sejak September 2017, menurut Badan Informasi Energi AS (EIA).
"Saya pikir mereka mampu melihat melampaui penumpukan (stok) bensin dan produk penyulingan, menyadari bahwa itu mungkin akan bekerja dengan sendirinya dalam beberapa minggu ke depan," kata Flynn.
Laporan EIA juga menunjukkan produksi minyak mentah untuk pekan yang berakhir 10 Januari naik menjadi 13 juta barel per hari (bph) dan penarikan persediaan minyak mentah jauh lebih besar dari perkiraan.
Kedua acuan harga minyak itu juga terpukul oleh laporan dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang mengatakan bahwa kelompok produsen tersebut memperkirakan permintaan minyak yang lebih rendah pada 2020 bahkan ketika permintaan global meningkat, saat produsen saingan meraih pangsa pasar. Produksi di Amerika Serikat diperkirakan akan menyentuh rekor lain pada 2020.
"Berlanjutnya kebijakan moneter akomodatif, ditambah dengan peningkatan di pasar keuangan, dapat memberikan dukungan lebih lanjut untuk peningkatan berkelanjutan dalam pasokan non-OPEC," kata OPEC.
OPEC dan beberapa sekutu non-OPEC seperti Rusia telah menghentikan produksi untuk mencegah kelebihan pasokan minyak dan mendukung harga minyak di atas 60 dolar AS per barel. Kesepakatan mereka saat ini berakhir pada Maret.
Demikian berita ini dikutip dari ANTARANEWS.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.