Ilustrasi. (Facebook).
LENSAPANDAWA.COM – Menjelang Pemilihan Presiden 2020 di Amerika Serikat, Facebook kembali menegaskan tidak akan melarang iklan politik untuk beredar di laman media sosialnya.
Dilansir dari AP News, kebijakan jejaring sosial ciptaan Mark Zuckerberg ini dianggap semena-mena. Kendati mendapat banyak kecaman, Facebook tetap menegaskan tak akan melarang, termasuk tidak akan memeriksa fakta iklan politik dan tidak akan membatasi target iklan politik ke kelompok orang tertentu.
Sebaliknya, Facebook menawarkan pengguna sedikit kendali leibih banyak atas berapa banyak iklan politik yang mereka lihat. Facebook juga menawarkan agar pengguna bisa membuat semacam perpustakaan online agar lebih mudah mengakses iklan politik.
Langkah Facebook ini mendapatkan banyak kritik dari politisi, aktivis, perusahaan teknologi lain, hingga karyawannya sendiri. Facebook dianggap memiliki kekuatan yang terlalu besar, melemahkan demokrasi, dan merusak pemilihan.
Sikap Facebook untuk tidak melarang iklan politik sangat berlawanan dengan Google dan Twitter. Google telah memutuskan untuk membatasi penargetan iklan politik, di sisi lain Twitter justru melarang iklan politik. Iklan politik erat kaitannya pula dengan misinformasi.
Perusahaan-perusahaan media sosial telah berusaha menangani misinformasi sejak diketahui bahwa Rusia membiayai ribuan iklan politik palsu selama Pemilu AS 2016 untuk memecah belah Amerika Serikat.
Dalam beberapa bulan terakhir, Facebook, Twitter dan Google menolak untuk menghapus iklan video yang menyesatkan dari kampanye Presiden Donald Trump yang menargetkan pesaing Trump dalam Pemilu AS, Joe Biden.
Facebook telah berulang kali bersikeras bahwa itu tidak akan mengecek fakta-fakta dalam iklan politik. CEO Mark Zuckerberg berpendapat bahwa ‘pidato politik penting’ dan Facebook tidak ingin mengganggu itu. Para kritikus mengatakan bahwa sikap memberikan ruang dan izin kepada politisi untuk berbohong.
Media sosial memang memiliki keunggulan dalam iklan politik dibandingkan media lainnya. Media sosial memiliki kemampuan untuk menargetkan target-target secara spesifik (micro target).
Sebagai contoh, media sosial dapat menggunakan informasi, misalnya afiliasi politik sehingga bisa iklan politik bisa fokus ke orang-orang tersebut.
Contoh lainnya adalah media sosial dapat mempersempit target menjadi mereka yang menunjukkan minat pada senjata, aborsi atau imigrasi, berdasarkan apa yang telah dibaca atau dibicarakan pengguna di Facebook.