Penumpang KRL Depok-Jakarta. (Foto: CNN Indonesia/ Dhio Faiz)
LENSAPANDAWA.COM – Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengatakan potensi penularan Covid-19 di Kereta Rel Listrik (KRL) akan tinggi jika kapasitas penumpang lebih dari 50 persen.
Hal ini merespon kebijakan Kementerian Perhubungan yang menerapkan pembatasan kapasitas sebelumnya 35 persen menjadi 45 persen selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi di DKI Jakarta.
Dicky pun mencontohkan di beberapa negara, kebijakan pembatasan penumpang sudah ditetapkan antara 10 persen sampai 50 persen.
“Potensi penularan di kereta komuter tinggi jika kapasitas melebihi 50 persen per gerbong,” kata dia saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (11/6).
Sebab menurut data hasil sampling di KRL beberapa waktu lalu, ditemukan ada sekitar tiga dari 325 penumpang KRL Jakarta-Bogor positif Covid-19 pada April 2020 atau sekitar satu persen penumpang dan tidak mengalami gejala, kata Dicky.
Apalagi jika dites dengan metode PCR, kemungkinan akan lebih besar jumlah penumpang yang terpapar Covid-19 akibat kepadatan penumpang yang terjadi di banyak stasiun.
“Hasil dites sampling dengan PCR saat ini, bisa jadi akan lebih besar mengingat padatnya penumpang serta bila merujuk data commuter di Eropa misalnya (di awal pandemic menuju puncak), ditemukan 3 persen dari penumpang positif. Perlu pengetatan aturan, selain jangan melebihi 50 persen untuk kereta, 40 persen sudah relatif aman,” jelas Dicky.
Oleh karena itu, Dicky menyarankan kepada PT KCI sebagai pengelola KRL untuk menerapkan kebijakan yang lebih efisien demi menekan jumlah penumpang positif di dalam kereta. Misalnya, membeli tiket kereta dengan sistem online.
“Akan sangat membantu jika dipakai sistem tiket online dengan registrasi. Hal ini selain akan mengurangi antrian dan kepadatan karena otoritas commuter dapat mengatur jumlahnya sejak awal. Juga sekaligus membantu untuk tracing atau pelacakan jika seandainya ada yang positif,” pungkas Dicky.
Sebelumnya, Direktur Utama PT KCI Wiwik Widayanti mengatakan bahwa pembatasan penumpang antara 35 sampai 40 persen itu masih mematuhi kebijakan lama dan belum bisa menerapkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 41 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Dalam beleid yang diteken pada 8 Juni itu, Kemenhub menghapus aturan batas maksimal penumpang transportasi sebesar 50 persen dari total kapasitas tempat duduk.
Wiwik pun mengingatkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Perkeretaapian nomor 14 Tahun 2020 pengguna disarankan selalu menggunakan pakaian lengan panjang atau jaket.
Selain itu, ia turut menghimbau kepada pengguna KRL untuk memakai pelindung wajah (face shield).
Sebelumnya, Permenhub No. 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Mencegah Penyebaran Covid-19 mencantumkan batasan persentase kapasitas yang bisa diisi.
Misalnya, kereta api antarkota hanya bisa diisi 65 persen; kereta api perkotaan maksimal 35 persen; kereta api lokal, kereta api Prambanan Express, dan kereta api bandara cuma dapat diisi maksimal 50 persen (Pasal 12). (din/mik)