Ilustrasi. (Foto: ANTARA FOTO/Budi Candra Setya)
LENSAPANDAWA.COM – Peraturan terkait angkutan dirasa sudah cukup ketat membatasi aturan main aktivitas logistik, meski begitu pelanggaran over dimension dan over loading (ODOL) tetap saja banyak terjadi. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menilai salah satu titik lemah yang menyebabkan hal itu adalah pengawasan.
Dasar hukum utama penanganan ODOL adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Selain itu ada pula Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 134 Tahun 2015, dan Peraturan Direktur Jendaral Perhubungan Darat Nomor SK.736/AJ.108/2017.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi menjelaskan pelanggaran ODOL bisa kejadian sejak pembuatan dokumen angkutan sebagai persyaratan penggunaan di jalan. Misalnya, penggunaan Sertifikat Registrasi Uji Tipe kendaraan (SRUT) untuk registrasi pembuatan STNK dan TNKB serta pemakaian uji kir palsu.
Penggunaan dokumen palsu itu disebut bisa melegalkan operator atau pemilik angkutan memodifikasi kendaraan hingga dimensinya berbeda dari seharusnya. Dimensi yang tidak sesuai itu bisa mengakibatkan angkutan membawa muatan yang melebihi kemampuannya.
Angkutan ODOL bisa berdampak berkurangnya pengendalian berkendara, membahayakan pengguna lalu lintas lain, macet, hingga kecelakaan fatal seperti banyak kejadian sepanjang tahun ini.
Budi memaparkan, berdasarkan UU Nomor 2/2019, pengawasan Kemenhub atas ODOL dibatasi hanya dilakukan di jembatan timbang dan terminal bus. Pengawasan di jalan, misalnya seperti razia, bisa dilakukan dengan catatan ada pendampingan oleh kepolisian.
“Jadi kalau ada orang dishub di jalan kemudian mereka mengadakan operasi sendiri tanpa kepolisian, itu tidak benar. Tapi kalau kepolisian boleh, kapan saja, di mana saja, mau jam berapa saja, boleh. Jadi pengawasan di sini berbicara dari perhubungan dan kepolisian,” kata Budi di Jakarta, Kamis (3/10).
Pengawasan di jalan disebut bisa tidak berjalan maksimal karena keterbatasan pengetahuan personal kepolisian. Contoh kasus yang dia ungkap, pihak kepolisian tidak bisa menentukan angkutan seperti truk statusnya ODOL atau tidak.
“Hanya persoalannya dari kepolisian. Secara teknis kami cukup memahami masalah dimensi ini tapi kalau kepolisian terbatas. Tapi sebenarnya pelanggaran overloading kasat mata bisa (ditentukan). Sekarang kewajiban truk mengangkut barang harus ada surat jalan, kalau tidak bawa, ditilang,” ucap Budi.
“Jadi sebetulnya polisi di jalan bisa melihat surat jalan yang dibuat perusahaannya kalau tidak sesuai pasti pelanggaran, tapi kalau mau lihat kepastiannya di jembatan timbang,” ucapnya kemudian.
Kasubdit Pengawalan dan Patroli Jalan Raya Korlantas Polri Kombes Pol Bambang Sentot Widodo mengakui keterbatasan pihak kepolisian seperti yang dijelaskan Budi. Menurut dia hal itu akan diselesaikan menggunakan sistem verifikasi baru berbasis online yang disebut sedang dirancang Kemenhub.
“Sebetulnya sama kondisinya antara kami dengan dishub. Dishub juga tidak akan bisa mengidentifikasi ini SIM asli atau bukan, STNK asli atau bukan. Kondisinya seperti itu, kami juga tidak bisa mengidentifikasi kir, ini asli atau tidak,” ucap Bambang.
Demikian berita ini dikutip dari CNNINDONESIA.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.