Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti dalam sebuah diskusi publik di Jakarta, Senin (9/12/2019). (ANTARA/Katriana)
LENSAPANDAWA.COM – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 153 pengaduan kasus kekerasan fisik dan psikis terhadap siswa di satuan pendidikan sepanjang 2019.
153 kasus itu terdiri dari anak korban kebijakan, anak korban kekerasan fisik dan bullying, kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti melalui keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Dari jumlah tersebut, Retno menjelaskan kasus yang diselesaikan dengan mediasi sebanyak 19 kasus atau 13 persen, melalui rujukan ke pihak berwenang sebanyak 16 kasus atau 10 persen, melalui rapat koordinasi nasional di Jakarta sebanyak 95 kasus atau 62 persen dan 15 persen diselesaikan melalui pengawasan langsung ke lokasi serta 23 kasus kekerasan fisik di lembaga pendidikan yang diselesaikan melalui rapat koordinasi dengan Pemerintah Provinsi, Pemerintah Daerah dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Berdasarkan jenjang pendidikan, 39 persen kekerasan fisik dan perundungan terjadi dijenjang SD atau MI, 22 persen terjadi di jenjang SMP/sederajat dan 39 persen terjadi di jenjang SMA/SMK/MA.
Adapun jumlah siswa yang menjadi korban kekerasan fisik dan perundungan mencapai 171 anak. Sedangkan guru yang menjadi korban kekerasan ada 5 orang.
Lebih lanjut, Retno menyebutkan bahwa pelaku kekerasan adalah kepala sekolah, guru, siswa dan orangtua.
Kasus kekerasan guru atau kepala sekolah ke peserta didik sebanyak 44 persen, kekerasan siswa ke guru sebanyak 13 persen, kekerasan orangtua siswa ke guru atau siswa 13 persen dan pelaku kekerasan siswa ke siswa lainnya juga cukup tinggi, yaitu 30 persen.
Sementara itu, modus kekerasan fisik yang dilakukan guru dengan dalih mendisiplinkan siswa dilakukan dengan mencubit, memukul atau menampar, membentak dan memaki.
Siswa juga dalam beberapa kasus dijemur di terik matahari dan dihukum lari mengelilingi lapangan sekolah sebanyak 20 putaran.
Adapun kekerasan siswa terhadap sesama siswa umumnya dilakukan secara bersama-sama atau dikeroyok kemudian dipukul, ditampar dan ditendang.
Sedangkan bentuk kekerasan siswa ke guru dilakukan dengan pemukulam, perundungan dan memvideokan kejadian terkait kemudian mengunggahnya ke media sosial. Dalam salah satu kasus, siswa juga melakukan penikaman dengan pisau.
Para pelaku, menurut penelitian KPAI, sebagian besar melakukan kekerasan di ruang kelas. Namun, ada juga yang dilakukan ruang kepala sekolah, di lapangan atau halaman sekolah, di kebun belakang sekolah dan aula sekolah.
Demikian berita ini dikutip dari ANTARANEWS.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.