Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nahar dalam tangkapan layar aplikasi Zoom saat seminar daring “Manajemen Kasus sebagai Upaya Perlindungan Anak di Hunian Sementara (Huntara) Pasca Bencana di Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat” yang diadakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Jakarta, Kamis (18/6/2020). (Publikasi KPPPA)
LENSAPANDAWA.COM – Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nahar mengatakan anak yang tinggal di hunian sementara pascabencana mengalami kerentanan ganda saat pandemi COVID-19.
"Beberapa kerentanan yang dialami anak yang tinggal di daerah yang mengalami atau rawan bencana adalah kemungkinan keterpisahan, mengalami kekerasan, penelantaran, eksploitasi hingga diperdagangkan," kata Nahar melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis.
Nahar mengatakan anak dapat terpisah dengan orang tuanya bila orang tua atau anak sendiri menjadi pasien atau positif COVID-19, sehingga harus dikarantina.
Anak yang tinggal di wilayah terdampak atau rawan bencana pun rentan mengalami kekerasan baik fisik, psikis maupun seksual.
"Karena itu, perlu keseriusan dan tenaga ekstra untuk menangani setiap kasus yang terjadi di daerah rawan. Pelindungan khusus anak harus dilakukan meliputi pencegahan, layanan komprehensif termasuk penyediaan telepon pengaduan, dan reformasi manajemen penanganan kasus yang komprehensif," tuturnya.
Menurut Nahar, tantangan untuk memberikan pelindungan kepada anak-anak di wilayah terdampak dan rawan bencana semakin besar karena keterbatasan ruang gerak di tengah pandemi COVID-19.
"Karena itu, perlu ada penguatan dan pelatihan dalam manajemen kasus pelindungan anak di masa pandemi COVID-19 agar dapat meningkatkan pemahaman serta kesamaan persepsi dan tujuan bagi pendampingan dan penyelesaian kasus anak," katanya.
Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi KPPPA, Ciput Eka Purwianti mengatakan penguatan kebijakan pelindungan anak dalam situasi bencana sangat penting.
"Saat ini Lombok, Palu, dan Donggala sudah berada dalam tahap rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. Namun, masyarakat dihadapkan kembali dengan situasi sulit, yaitu pandemi COVID-19," jelasnya.
Menurut Ciput, tidak mudah bagi korban bencana melalui masa-masa hingga tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, kemudian disambung dengan pandemi COVID-19 yang pasti menimbulkan kesulitan baru.
"Untuk saat ini, kita harus menyiapkan diri bukan hanya tanggap bencana, melainkan juga menghadapi adaptasi dalam kondisi normal baru," katanya.
Demikian berita ini dikutip dari ANTARANEWS.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.