Ilustrasi suasana kantor Google di AS. (Foto: dok. Google)
LENSAPANDAWA.COM – Chelsey Glasson, mantan karyawan Google membeberkan bahwa ia mendapatkan perlakukan diskriminatif dari manajernya saat hamil besar. Sang manajer mengatakan bahwa dia sulit bekerja dengan wanita hamil.
“Setelah dia menjadi manajer, dia melontarkan komentar tidak pantas kepada saya bahwa dia terlalu emosional dan sulit untuk bekerja dengan wanita hamil,” kata Glasson mengutip The Seattle News.
Tak lama berselang, dia mengajukan pengunduran dirinya dari Google dan membuat pengaduan ke Komisi Hak Asasi Manusia negara bagian Washington, AS. Di dalam aduannya itu, Google diduga melanggar Undang-undang Hak Sipil tahun 1964.
Sebelum Glasson mengundurkan diri pada Agustus lalu, dia mengunggah sebuah memo di papan pesan internal Google berjudul ‘Aku Tidak Kembali ke Google Setelah Cuti Bersalin dan Inilah Alasannya.’
Selain itu, Glasson juga membuka pendanaan di situs Go Fund Me untuk membantu dirinya menyeret Google ke meja hijau.
Juru Bicara Google mengatakan pihaknya telah memberikan wadah kepada karyawan mereka jika terjadi masalah di lingkungan perusahaan dan segera diselidiki lebih lanjut.
“Kami melarang tindakan balas dendam di tempat kerja. Guna memastikan keluhan yang diajukan langsung diterima oleh Google, kami memberikan karyawan beberapa saluran untuk melaporkan masalah tersebut dan menyelidikinya,” jelas Google seperti dilansir Vice.
Isu diskriminasi di lingkungan kerja Google tidak hanya menimpa Chelsey Glasson, Google diketahui sempat berupaya membungkam salah seorang warga keturunan Arab atas kasus diskriminasi yang dialaminya dengan menawarkan uang sogokan sebesar 4.000 poundsterling atau sekitar Rp74 juta.
Diskriminasi yang dialami Rashid berawal saat ia mengumpulkan data kekuatan WiFi di seluruh pusat perbelanjaan di Eropa untuk meningkatkan akurasi Google Maps. Pria asal Maroko ini bekerja di sebuah perusahaan kontraktor yang mengumpulkan data kekuatan WiFi untuk bisnis Google di Inggris lewat proyek bernama ‘Expedite’.
‘Uang damai’ yang ditawarkan Google disebut sebagai upaya agar Rashid tidak mengumbar kasus yang dialaminya. Namun, ia memutuskan untuk tetap membuka pengalamannya usai aksi unjuk rasa massal karyawan Google awal November 2018.
“Saya adalah satu-satunya di tim yang terlihat dari Arab, dan saya sering dihentikan dan dilecehkan oleh petugas keamanan dan pusat perbelanjaan. Saya tidak diizinkan memberi tahu mereka bahwa saya bekerja untuk Google dan melakukan pekerjaan itu,” ucapnya.