Ilustrasi – Kondisi udara di Ibu Kota DKI Jakarta dengan latar belakang gedung tinggi di Jakarta, Selasa (17/7/2018). Berdasarkan alat pemantau Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) kota-kota besar di dunia, yang dipasang di kompleks kedutaan Besar AS, tercatat Jakarta menempati posisi pertama dalam hal kualitas udara terburuk di dunia, mengungguli Beijing, Lahor, New Delhi dan Dhaka. (ANTARA /Muhammad Adimaja)
LENSAPANDAWA.COM – Data pada laman resmi AirVisual mencatat kualitas udara di Ibu Kota DKI Jakarta pada Jumat pukul 05.30 WIB masuk di dalam kategori tidak sehat, sehingga Indonesia berada di urutan kedua dunia dengan angka 162 atau setara dengan parameter PM2.5 konsentrasi 77.2 µg/m³ berdasarkan US Air Quality Index (AQI) atau indeks kualitas udara.
Pada peringkat pertama Dubai, Uni Emirat Arab, masih menduduki kualitas udara terburuk sedunia dengan kategori tidak sehat di angka 171 dan parameter PM2.5 konsentrasi 94.4 µg/m³.
Diposisi ketiga dan keempat ditempati Dhaka, Bangladesh dan Tashkent, Uzbekistan, dengan kategori tidak sehat indeks AQI di angka 159 dan 153.
Pada posisi kelima Ulaanbaatar, Mongolia, menempati posisi 145 dengan kategori udara tidak sehat untuk kelompok sensitif setara dengan paramater PM2.5 dengan konsentrasi 53.4 µg/m³.
Sebelumnya, secara berturut- turut Ibu Kota Indonesia tercatat pernah menduduki posisi pertama 'kualitas udara terburuk sedunia'.
Akibatnya masalah kualitas udara yang buruk ini menghasilkan tuntutan dari beberapa organisasi yang bergerak di bidang lingkungan, seperti WALHI dan Greenpeace kepada tujuh lembaga pemerintahan.
Kelompok ini menganggap para tergugat telah abai terhadap hak warga negara untuk menghirup udara sehat di Jakarta.
Untuk mengontrol kualitas udara di DKI Jakarta yang tergolong buruk, secara khusus Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan Instruksi Gubernur 66/2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara yang disahkan pada 1 Agustus 2019.
Demikian berita ini dikutip dari ANTARANEWS.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.