Pahami ‘Soft Skills’ Dalam Mengendarai Supercar

0
157
Pahami 'Soft Skills' Dalam Mengendarai SupercarMcLaren Club Indonesia (MCI). (McLaren Jakarta)

LENSAPANDAWA.COM – Jalanan kosong, tak banyak aktivitas di luar rumah, dan supercar di garasi butuh pelemasan otot-otot bisa jadi alasan beberapa orang kaya sangat tergoda ‘kebut-kebutan’ di jalan tol selama pandemi virus corona (Covid-19). Situasi ini sempat jadi perhatian setelah McLaren hancur lebur usai kecelakaan di tol Jagorawi pada Minggu (3/5).

Supercar adalah mobil balap yang dikembangkan di sirkuit namun telah dijinakkan agar bisa dipakai di jalan raya. Namun sejinak-jinaknya supercar tetap saja menyimpan tenaga mesin yang besar, di atas 500 tenaga kuda.

Populasi supercar di Indonesia tidak sedikit dinilai dari banyaknya komunitas pemilik mobil harga miliaran rupiah ini. Para komunitas itu rutin menggelar aktivitas konvoi dikawal kepolisian, bukan cuma untuk menjaga hubungan antar anggota tetapi juga biar supercar bukan cuma jadi pajangan di rumah.


Godaan memacu supercar di jalanan kosong semakin besar saat pemerintah sudah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). PSBB yang sudah dimulai sejak 10 April di Jakarta kemudian disusul wilayah sekitarnya, Bogor, Bekasi, dan Depok bikin jumlah kendaraan yang berlalu lintas berkurang hingga jalanan sepi terutama di jalan tol.

Sebenarnya tak ada yang salah bila supercar digunakan di jalan selama PSBB selama menaati aturan, namun jadi masalah bila pengemudinya tidak memiliki mental yang baik selama berkendara.

Praktisi keselamatan berkendara, Jusri Pulubuhu, mengatakan, ada empat penyebab utama kecelakaan di Indonesia, yaitu lingkungan, kendaraan, cuaca, dan yang paling sering kejadian yaitu faktor kesalahan manusia.

Faktor kesalahan manusia dalam kasus kecelakaan supercar di jalan tol, kata Jusri, bukan masalah hard skill, melainkan soft skill. Hard skill yang disebut Jusri sebagai keahlian teknis seperti pemahaman mengemudikan supercar, cara mengerem, dan teknik membelok dinilai sudah dimiliki pemilik supercar di Indonesia.

“Bukan mereka enggak bisa bawa mobil, tapi lebih ke [masalah] soft skill. Yang menyebabkan adalah soft skill, itu adalah penguasaan tentang bahaya dan risiko, pemahaman berlalu lintas, dampak kerugian, dan lain-lain,” jelas Jusri saat dihubungi Senin (4/5)

Logika di ‘Nyetir’ Supercar

PSBB yang bikin jalanan sepi diakui Jusri bisa mendorong supercar berkeliaran. Meski demikian dia bilang pemilik mesti memahami tanpa pengawalan kepolisian berarti risiko di jalanan semakin besar.

Hal-hal yang berkaitan dengan supercar papar Jusri, bisa memicu tubuh memproduksi hormon endorfin dan adrenalin. Keduanya dikatakan sanggup menimbulkan berbagai macam efek buruk seperti arogansi dan kelalaian berkendara.

“Ketika adrenalin naik, itu logika enggak main. Ketika logika enggak main, segala referensi kita, tentang kita orang tua, kita pemimpin perusahaan, suami, atau bapak dari anak-anak, atau harus tertib, lupa semua bos. Terlena,” kata Jusri.

Jusri menyarankan pemilik supercar menahan diri selama masa pandemi dan PSBB berlangsung. Dia menyarankan buat pemilik yang ingin ‘kebut-kebutan’ mengalihkan diri ke sirkuit.

Meski begitu sayangnya Sirkuit Sentul di Bogor, Jawa Barat, lokasi langganan aktivitas balap para komunitas, tutup selama masa PSBB. Pihak Sirkuit Sentul menyatakan sudah menutup sebagian besar aktivitas sejak Maret dan akan kembali dibuka sesuai peraturan pemerintah. (fea)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here