Ilustrasi tes PCR Covid-19. (CNNIndonesia/Safir Makki)
LENSAPANDAWA.COM – Pakar biologi molekuler Ahmad Rusdan Utomo menyatakan meteode reverse transcription-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dengan swab cairan dalam hidung dan tenggorokan lebih efektif untuk memutus transmisi Covid-19 akibat infeksi virus corona SARS-CoV-2. Dia mengatakan positivitas RT-PCR mencapai 70 persen.
“Jadi kalau tujuan kita untuk skrining individu di fase awal, tentu swab PCR adalah pilihan pertama,” ujar Ahmad kepada CNNIndonesia.com, Jumat (15/5).
Ahmad menuturkan cara yang tepat untuk memutus transmisi virus adalah dengan mengenali individu yang terjangkit di fase awal infeksi atau di fase individu masih berpotensi untuk menularkan virus ke orang lain.
Dia berkata di fase awal infeksi, yakni seminggu pertama pasca infeksi memperlihatkan jumlah Ribonucleic acid (RNA) berada dalam puncak.
Lebih lanjut, Ahmad menilai rapid test dengan sampel darah untuk melihat antibodi terhadap virus SARS-CoV-2 tidak efektif jika digunakan pada fase awal infeksi. Dia menyebut literatur positivitas skrining individu di fase awal menggunakan rapid tes antibodi sensitivitasnya berkisar antara 20 hingga 30 persen.
“Perlu dipahami bahwa pembentukan antibodi selalu terjadi terlambat atau belakangan, terutama ketika pasien sudah mendekati kesembuhan atau mendekati ajal. Artinya maksimum terbentuk 3 hingga 4 minggu setelah tanggal terjadinya gejala pertama kali,” ujarnya.
Di sisi lain, Ahmad menilai alat rapid test buatan Roche mampu melacak spesifik virus corona SARS-CoV-2 dengan akurasi 99,8 persen dan tingkat sensitivitas 100 persen bukan hal yang mengejutkan. Sebab, dia mengatakan alat itu mengambil sampel dari pasien yang sudah diketahui PCR positif.
“Dan diambilnya dua minggu setelah gejala terjadi. Jadi tidak heran akan menghasilkan data 100 persen sensitif,” ujar Ahmad.
Ahmad menambahkan validasi rapid test bisa dilakukan dengan cara mengambil sampel orang yang belum pernah menjalani tes PCR. Pada waktu yang bersamaan, rapid test dilakukan kepada orang tersebut.
“Lalu hitung tingkat kesamaannya,” ujarnya.
Lebih dari itu, Ahmad menilai alat buatan Roche bukan untuk menegaskan hasil tes PCR. Sebab, dia menilai PCR justru untuk menegaskan hasil rapid test.
“Karena kalau rapid tes positif, ada dua kemungkinan. Pertama, pasien sudah sembuh dan tidak ada virus lagi. Kedua, pasien masih mengalami infeksi aktif,” ujar Ahmad.
“Jadi kalau tes antibodi Roche digunakan untuk menegaskan hasil PCR malah jadi aneh. Karena kemungkinan besar hasilnya pasti positif,” ujarnya.
(jps/DAL)