Ilustrasi pasien corona jalani terapi plasma darah. (Foto: Dok. CT Corp)
LENSAPANDAWA.COM – Pengobatan pasien positif Covid-19 dengan terapi plasma darah atau plasma konvalesen kian populer dilakukan di sejumlah negara. Metode pengobatan itu diklaim merupakan alternatif di tengah belum hadirnya vaksin atau obat yang ampuh mengobati pasien positif corona SARS-CoV-2.
Terapi plasma darah untuk mengobati penyakit infeksi emerging bukan merupakan hal baru. Metode pengobatan itu telah digunakan sejak seabad lalu dan terakhir sempat untuk mengobati sejumlah pasien terinfeksi Ebola.
Salah satu pasien yang disebut berhasil disembuhkan dengan terapi plasma darah adalah Marvin Griffin dan Connie Griffin yang dirawat di rumah sakit Premier Health Systems, Australia. Dia bersama istrinya, Connie Griffin dinyatakan positif Covid-19 sekitar dua pekan lalu.
Pasangan yang telah menikah selama 33 tahun itu pun sempat mengalami kesulitan bernapas 24 jam setelah masuk RS sehingga harus dipindahkan ke ruang ICU dan menggunakan ventilator.
“Jika saya akan kehilangan salah satu dari mereka, itu akan seperti setengah duniaku hilang,” kata Heather Griffin, anak dari pasangan tersebut, melansir ABC, Kamis (30/4).
Di tengah situasi kedua orang tuanya diintubasi dan di ICU, harapan untuk kembali sehat dan berkumpul dengan keluarga muncul. Dokter menawarkan delapan pasien, termasuk Connie untuk terapi plasma konvalesen.
Setelah berkonsultasi dengan keluarga dan dokter, Heather memutuskan bahwa ibunya akan menerima terapi plasma. Ayahnya merespons dengan baik rencana perawatan itu karena ibunya memiliki riwayat penyakit lain dan sistem kekebalan yang lebih lemah.
Terapi itu menggunakan antibodi yang dihasilkan dari sistem kekebalan tubuh penyintas Covid-19. Antibodi penyintas diambil tiga hingga empat minggu setelah pulih dari Covid-19.
Sesuai protokol, antibodi penyintas disuntikkan ke orang lain yang mungkin kesulitan untuk memproduksinya.
Enam hari setelah menerima plasma, ventilator untuk membantu Connie bernapas disebut dicabut. Dia tidak menyangka terapi itu membuahkan hasil positif bagi kondisinya.
“Saya tidak tahu bahwa saya telah berhasil sembuh dengan perawatan itu,” kata Connie.
Dari ranjang tempatnya menjalani terapi, Connie menyampaikan pesan emosional kepada penyintas Covid-19 yang mendonorkan plasmanya. Dia berkata plasma itu telah menyelamatkan nyawanya.
“Saya sangat bersyukur bahwa Anda memberikan donasi kehidupan untuk saya,” ujarnya.
“Jika mereka tidak menyumbang, mungkin saya tidak akan pulih. Saya hanya bisa berterima kasih banyak kepada mereka,” kata Connie.
Meski sudah dinyatakan negatif, Connie harus masuk rehabilitasi terlebih dahulu selama beberapa hari sebelum diperbolehkan pulang.
Ketika ditanya tentang hal pertama yang akan dia lakukan ketika meninggalkan rumah sakit, Connie mengatakan jawabannya sederhana.
“Duduk di teras depan di suatu tempat bersama keluarga saya. Melihat suamiku dan anak-anakku, cucuku akan menjadi hal yang paling indah,” ujarnya.
Premier Health adalah salah satu rumah sakit pertama di negara ini yang menggunakan protokol uji plasma yang disetujui FDA yang dikembangkan oleh Mayo Health Clinic.
“Dalam rentang waktu sekitar dua minggu, kami dapat membawa ide plasma pulih dari konsep hingga implementasi aktual dari penggunaan luas untuk seluruh komunitas,” kata Roberto Colon, doktor di Premier Health.Melansir Click Orlando, Kevin Rathel yang berusia 53 tahun berhasil menunjukkan gejala pulih dari Covid-19 setelah menjalani terapi plasma darah. Sekarang dia dalam pemulihan dan tak lagi menggunakan ventilator.
Istri Kevin, Stacie mengatakan suaminya adalah pasien Covid-19 pertama yang menerima pengobatan plasma di Orlando Regional Medical Center di Orlando.
“Terakhir kali saya melihatnya, dia duduk di kursi dan mencoba bercanda dengan staf,” kata Timothy Jones, doktor di Orlando Regional Medical Center.
Jones adalah direktur program fellowship kedokteran perawatan kritis di Orlando Health.
“Kami telah merawat beberapa pasien yang sakit kritis dengan Covid-19 dan sayangnya beberapa tidak berhasil sembuh. Jadi selalu merupakan berkah ketika pasien kami menjadi lebih baik,” kata Jones.
Selama dirawat, Stacie mengatakan para perawat membantu keluarga berkomunikasi dengan suaminya dengan menggunakan obrolan video.
“Saya bertanya apakah dia kesakitan dan dia bilang tidak. Dia masih berjuang melawan delirium dan dia hanya lelah secara mental dan fisik,” kata Stacie.
Kevin telah berada di rumah sakit selama hampir dua minggu. Ketika berbagai perawatan tidak berhasil mengobati suaminya, Stacie mengaku gigih meminta dokter untuk mencoba terapi plasma dari pasien yang baru sembuh.
“Aku fanatik soal hal itu,” kata Stacie.
Untuk merealisasikan itu, Stacie secara mandiri mencari donor, seseorang dengan golongan darah yang sama dengan suaminya yang pulih dari Covid-19. Dia mengaku mencari di jejaring sosial untuk menemukan apa yang dia gambarkan sebagai “jarum ditumpukan jerami”.
Saat itulah dia bertemu James Crocker melalui seorang temannya. Dia memenuhi semua persyaratan, tetapi tinggal di Florida Selatan.
Setelah mengetahui seberapa penting plasma darah sebagai alternatif menyembuhkan Kevin, Crocker tanpa berpikir dua kali bergegas pergi ke Orlando untuk menyumbangkan plasma.
“Berbagi pengalaman ini telah menjadi salah satu pengalaman paling menakjubkan dalam hidup saya. Saya tak sabar untuk pergi memancing bersama Kevin dan keluarganya,” kata Crocker.
Dia mengatakan bagian yang paling sulit dari proses ini adalah menemukan tes respon cepat sehingga dia dapat menyumbangkan plasma.
Pasca donor dari Crocker, Stacie mendorong keluarga lain yang memiliki orang-orang terkasih yang berjuang melawan Covid-19 untuk tidak menyerah. (jps/mik)