Ilustrasi Zoom. (CNN Indonesia/Bisma Septalisma)
LENSAPANDAWA.COM – Perusahaan layanan konferensi video, Zoom mengumumkan untuk pengguna berbayar dapat mengalihkan panggilan ke data center (pusat data) yang ada di sembilan wilayah mulai 18 April 2020.
Kesembilan wilayah tersebut antara lain Australia, Kanada, China, Eropa, India, Jepang, Hong Kong, Amerika Latin, dan Amerika Serikat.
“Mulai 18 April, setiap pelanggan Zoom yang berbayar dapat memilih atau keluar dari wilayah pusat data tertentu. Ini akan menentukan server rapat dan konektor Zoom yang dapat digunakan untuk terhubung ke webinar yang Anda hosting dan memastikan layanan kualitas terbaik,” tulis Pendiri dan CEO Zoom, Eric Yuan di laman blog resmi Zoom.
“Opsi ini memberikan kontrol yang lebih besar terhadap data dengan jaringan global kami,” sambungnya.
Hal ini dilakukan buntut dari laporan The Citizen Lab yang mengungkapkan bahwa selama ini Zoom menggunakan kunci AES-256 untuk mengenkripsi audio dan video saat pengguna menggunakan layanan mereka dan dikirim ke server pusat di China.
Lebih lanjut, laporan The Citizen Lab mengungkapkan bahwa Zoom memiliki 700 karyawan dari tiga perusahaan berbeda di China untuk mengembangkan layanan. Temuan ini dinilai sebagai upaya Zoom untuk melakukan arbitrase tenaga kerja.
Sayangnya, penawaran ini tidak ditujukan bagi pengguna gratisan seperti dikutip The Verge.
Zoom beberapa kali dihantam polemik terkait keamanan data pengguna, salah satunya ialah perusahaan dikabarkan secara diam-diam mengirimkan data ke Facebook tanpa sepengetahuan pengguna. Data tetap dikirim sekalipun pengguna tak punya akun Facebook.
Selain itu ada Zoombombing, ini adalah serangan yang dilancarkan hacker berupa gangguan dari luar yang membajak konferensi video dengan mengirim gambar-gambar tidak senonoh atau ujaran kebencian disertai ancaman.
Guna memperbaiki kebijakan keamanan dan privasi layanan mereka, Zoom menggandeng mantan Kepala Keamanan Facebook, Alex Stamos sebagai konsultan.
Lewat laman Medium pribadinya, Stamos menegaskan ia tidak tergabung sebagai karyawan Zoom melainkan hanya diminta menjadi penasihat untuk memperbaiki keamanan infrastruktur Zoom.
“Supaya jelas, saya bukan karyawan atau eksekutif Zoom. Kesempatan menjadi konsultan Zoom menarik untuk saya, lalu saat ditawari, saya langsung bersedia,” tulis Stamos.
“Zoom memiliki beberapa pekerjaan rumah penting yang mesti diperbaiki, misalnya soal desain kriptografi dan keamanan infrastrukturnya. Saya tidak sabar untuk bekerja dengan tim teknis Zoom pada proyek-proyek tersebut,” sambungnya.
(din/DAL)