Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan pihaknya akan memperluas penggunaan kalung penawar covid-19 yang berbasis eucalyptus atau pohon kayu putih. Ia klaim kalung tersebut efektif membunuh virus corona. (Achmad Reyhan Dwianto/detikHealth)
LENSAPANDAWA.COM –
Kalung antivirus Covid-19 berbahan dasar kayu putih atau eucalyptus yang dibuat oleh Kementerian Pertanian (Kementan) menuai polemik di tengah masyarakat. Kalung itu diklaim berkhasiat untuk menghambat replikasi virus corona.
Selain kalung, Kementan juga meluncurkan produk berbahan eucalyptus yang lain, yakni inhaler, roll on, salep, balsem, dan defuser.
Kalung eucalyptus pertama kali diluncurkan Kementan pada 8 Mei 2020. Kala itu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan bahwa produk antivirus berbahan eucalyptus mampu membunuh virus influenza serta virus beta dan gamma corona.
Syahrul meyakini dalam 15 menit pemakaian, kalung antivirus ampuh membunuh 42 persen virus corona. Sementara untuk pemakaian 30 menit dapat membunuh 80 persen virus.
Dalam pengujian in vitro balai penelitian Kementan, eucalyptus dapat membunuh virus corona sebesar 80-100 persen.
Kementan juga mengungkapkan hasil penelitian menunjukkan pemanfaatan kandungan senyawa aktif 1,8-cineole (eucalyptol) yang dimiliki oleh tanaman eucalyptus efektif sebagai antivirus corona.
Hasil penelusuran ilmiah serta riset daya antivirus pada eucalyptus, senyawa aktif cineole berpotensi membantu pencegahan covid-19 karena mampu mengikat Mpro yang terdapat dalam virus corona jenis apapun.
Mpro merupakan main protease (3CLPro) atau enzim kunci dari virus korona yang berperan penting dalam memediasi replikasi dan transkripsi virus. Mpro ini yang ditarget agar laju replikasi dan transkripsi virus terhambat.
Tak lama setelah diluncurkan, Kementan mengatakan perusahaan luar negeri tertarik untuk memproduksi antivirus berbahan eucalyptus, yakni Kobayashi.co.jp dari Jepang dan Aptar Pharma dari Rusia. Sedangkan di dalam negeri, Kementan mengaku menjalin kerjasama dengan PT Eagle Indo Phamra untuk memproduksi produk tersebut.
Beberapa pekan setelah peluncuran dan kerjasama terjadi, polemik eucalyptus sebagai antivirus virus SARS-CoV-2 meningkat. Sejumlah kalangan mulai dari akademisi hingga politisi mempersoalkan kebenaran khasiat produk Kementan tersebut.
Koordinator Kegiatan Uji Klinis dari Pusat Bioteknologi LIPI, Masteria Yunovilsa Putra, mempertanyakan metodologi riset dan literatur mengenai khasiat kalung eucalyptus bisa membunuh virus corona. Menurut dia klaim tersebut masih hanya sebatas molecular docking atau penambatan molekul.
“Saya bingung dengan mekanisme klaimnya. Seperti apa literatur dan risetnya belum kelihatan. Terus klaim virus corona apakah SARS Cov-2 atau virus corona lainnya,” kata Masteria saat dihubungi CNNIndonesia.com, Sabtu (4/7).
Dalam merespon polemik yang terjadi, Kepala Balitbangtan Fadjri Djufry mengatakan pihaknya tidak pernah mengklaim kalung eucalyptus sebagai antivirus virus corona Covid-19. Dia menjelaskan seluruh produk eucalyptus yang dibuat oleh Kementan berstatus sebagai jamu di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Selain itu, dia mengatakan produk eucalyptus yang dibuat Kementan belum melawati pengujian lanjutan seperti uji praklinis dan uji klinis.
“Produk tetap harus melalui uji klinis. Kita menyadari itu belum punya. Tidak ada klaim antivirus di sini. Jadi kalung kita menyadari belum ada uji praklinis dan klinis, sehingga tidak ada klaim di situ. Butuh uji praklinis akan tetap dijalankan, segera kita lakukan itu,” ujar Fadjry dalam konferensi pers, Senin (6/7).
Karena belum uji klinis, Fadjry berkata membeli produk berbasis eucalyptus yang dikembangkan Kementan di tengah pandemi sama seperti sedang membeli produk minyak kayu putih pada umumnya.
Sehingga, apabila kalung eucalyptus tak berkhasiat untuk menangkal Covid-19, khasiat yang ditawarkan produk eucalyptus Kementan sama dengan produk minyak kayu putih.
(jps/fea)