Pro Kontra Membakar Pohon-pohon Mati untuk Energi Biomassa

0
152
Pro Kontra Membakar Pohon-pohon Mati untuk Energi BiomassaIlustrasi bakar pohon-pohon mati untuk hasilkan energi. (Foto: Saeed KHAN / AFP)

LENSAPANDAWA.COM –

Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintesis, baik berupa produk maupun buangan atau limbah. Misalnya, tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian, limbah hutan, tinja, dan kotoran ternak.

Proses fotosintesis sendiri mengubah karbon dioksida dan air menjadi nutrisi atau karbohidrat. Selain digunakan untuk bahan pangan, pakan ternak, minyak nabati, dan bahan bangunan, biomassa juga digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar).

Berbagai jenis energi diciptakan melalui penambakan langsung, pirolisis (proses dekomposisi termokimia dari material organik), gasifikasi (proses perubahan bahan bakar padat secara termokimia menjadi gas), dan dekomposisi anaerob (proses penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme tanpa kehadiran oksigen).

Namun, sebelum biomassa ini dibakar, mesti dikeringkan terlebih dahulu. Proses kimia ini disebut torefaksi, seperti dilansir National Geographic.

Selama proses torefaksi, biomassa dipanaskan dengan suhu sekitar 200 derajat celsius sampai 320 derajat celsius. Nantinya ia akan kehilangan sekitar 20 persen dari massa aslinya, tetapi 90 persen energinya dipertahankan.

Setelah mengering, biomassa dikompres menjadi briket (arang) yang sifatnya hidrofobik (zat yang tidak dapat larut dalam air tetapi larut dalam minyak). Oleh karena itu briket dapat disimpan di tempat yang lembab dan mudah terbakar.

Sebagian besar briket dibakar secara langsung. Uap yang dihasilkan selama proses pembakaran menghasilkan turbin lalu menghasilkan generator dan listrik.

Namun, energi biomassa ini juga dikritik oleh beberapa pemerhati lingkungan karena mereka khawatir tentang risiko penebangan berlebihan dan asap kayu yang dihasilkan dari pembakaran pohon-pohon yang dianggap sudah mati.

Bagi pihak yang pro terhadap energi biomassa ini dianggap sebagai menuju ketahanan hutan dan netralitas karbon karena dapat menghasilkan listrik.

Jonathan Kusel salah satu pengusaha di California, memiliki pabrik yang didukung energi biomassa 35 kilowatt dari proses pembakaran pohon yang sudah mati.

Usahanya telah memfasilitasi kebutuhan biomassa di sekitar tempat tinggalnya dan menciptakan lapangan kerja.

California, Amerika Serikat merupakan kawasan yang paling banyak menghasilkan energi biomassa. Tahun 1990-an di kawasan itu memiliki 70 fasilitas untuk menghasilkan energi biomassa namun perlahan dikurangi oleh pemerintah setempat.

Menurut mantan Direktur Departemen Kehutanan dan Perlindungan Kebakaran California (CalFire), Andrea Tuttle, keputusan itu dibuat lantaran mereka sadar bahwa pembakaran pohon besar-besaran untuk menghasilkan energi biomassa malah dapat menimbulkan masalah kesehatan.

Pada 2018 silam, Gubernur California Jerry Brown saat itu sempat memerintahkan untuk menangani pohon-pohon yang mati diproses menjadi energi biomassa dengan lingkup yang kecil.

Sebab, pemerintah California punya target untuk mengurangi emisi karbon menjadi nol pada 2045 mendatang dengan cara memangkas jumlah karbon dioksida yang timbul akibat kebakaran hutan, seperti dikutip Wired.

Salah satu usaha untuk mewujudkan target itu, dilakukan oleh organisasi pemerhati lingkungan Sierra Institute yang menggunakan serpihan kayu untuk merebus air.

Selain itu mereka juga sedang merencanakan pembangkit biomassa 3 hingga 5 megawatt dan menggunakan keripik untuk memanaskan rumah kaca.

“Jika kita tidak melakukan apa pun untuk membalikkan hutan yang penuh sesak, kita mungkin akan kehilangan spesies asli yang ada di dalamnya seperti burung hantu California,” kata Peneliti Dinas Kehutanan AS, Malcolm North.

(din/DAL)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here