Ilustrasi ransomware. (Foto: AFP PHOTO / DAMIEN MEYER)
LENSAPANDAWA.COM – CEO NTT Communications Hendra Lesmana memprediksi serangan ransomware masih terjadi pada 2020. Jenis serangan siber satu ini melumpuhkan suatu sistem dan penggunanya tak bisa berkutik karena sistem telah ‘dikunci’ oleh peretas.
Ransomware adalah malware yang menerapkan metode enkripsi canggih sehingga file tidak akan dapat didekripsi atau dibuka tanpa kunci unik yang dipegang oleh peretas. Untuk membuka kunci tersebut, pengguna harus membayar dan akan dimintai sejumlah informasi.
“Ransomware secara spesifik sangat jahat menurut saya karena begitu masuk ransomware-nya, Anda sudah tidak bisa melakukan apa-apa. Semua akan dikunci, untuk membuka kuncian Anda harus bayar,” kata Hendra saat media briefing di Mood Coffee, Jakarta, Senin (13/1).
“Begitu Anda bayar, ada informasi tambahan yang Anda berikan di situ. Jadi, istilahnya seperti putaran spiral yang tanpa henti, sumur tak berdasar. Maka lebih baik jangan sampai kena karena banyak banget informasi yang digali,” sambungnya.
Menurut Hendra serangan ransomware biasanya menyerang lewat phising. Hal ini beriringan dengan data Kaspersky tahun lalu yang mendeteksi 14 juta upaya phising terhadap pengguna internet yang tinggal di negara-negara di Asia Tenggara selama paruh pertama 2019.
Indonesia menempati posisi ke-3 dengan persentase 14,316 persen dibanding tahun lalu 10,719 persen.
[Gambas:Video CNN]
Sementara Kaspersky mencatat bahwa efektivitas penipuan phising terbukti menarik bagi para pelaku kejahatan siber yang dengan mudahnya menjual kredensial curian di web palsu.
Para pelaku akan mengejar kredensial (kerahasiaan) pengguna yang menyertakan nomor kartu kredit serta kata sandi ke rekening bank dan aplikasi keuangan lainnya.
Kaspersky mengungkap Indonesia berada pada peringkat 23 sebagai negara yang paling sering terserang ransomware enkripsi. Selama kuartal ketiga 2019, Kaspersky mendeteksi dan memblokir serangan ransomware eknripsi pada 229.643 pengguna produk Kaspersky.
Meskipun jumlah total pengguna yang terpengaruh mengalami sedikit penurunan, laporan menunjukkan bahwa jumlah modifikasi ransomware terbaru tumbuh dari 5.195 pada kuartal ketiga 2018 menjadi 13.138.
Angka tersebut menandakan peningkatan sebesar pada kuartal ketiga 2019 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ini menandakan ketertarikan para pelaku kejahatan siber pada jenis malware tersebut sebagai sarana untuk memperkaya diri.
Demikian berita ini dikutip dari CNNINDONESIA.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.