Ilustrasi virus corona. (iStockphoto/Naeblys)
LENSAPANDAWA.COM – Pakar TIK meminta agar pemerintah memanfaatkan sistem teknologi informasi (iT) berbasis big data hingga georeference sebagai langkah mitigasi dalam menghadapi wabah Covid-19 di Indonesia. Ketiga teknologi tersebut telah diterapkan di Korea Selatan untuk mengendalikan penyebaran pandemi Covid-19.
Pengamat TIK dari Menara Digital, Anthony Leong mengatakan Indonesia bisa menerapkan big data maupun georeference. Manfaat big data dan georeference sangat luas, salah satunya dengan menelusuri riwayat perjalanan pasien terjangkit Covid-19.
Berdasarkan data tersebut pemerintah kemudian bisa mengidentifikasi orang dalam pengawasan (ODP).
Big data dan georeference tersebut bisa memanfaatkan aplikasi. Anthony mengatakan Indonesia sudah menerapkan kedua teknologi tersebut dalam aplikasi PeduliLindungi dan 10 Rumah Aman.
“Teknologi aplikasi yang dibuat khusus memiliki fitur geotagging dan geolocation itu bisa bantu identifikasi karena ketika kita unduh, aplikasi itu akan catat riwayat lokasi kita. Aplikasi kemudian akan memberikan notifikasi ke orang-orang yang pernah berkontak atau berada di dekat pasien corona” kata Anthony saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (16/4).
Anthony mengatakan kedua aplikasi tersebut harus melibatkan dan berkoordinasi banyak pemangku kebijakan agar sistem teknologi informasi bisa menggunakan data-data dari seluruh pemangku kebijakan yang terkait.
Hal ini dilakukan agar kecerdasan buatan (AI) bisa mengolah data yang luas sehingga bisa mengeluarkan keputusan yang konkret dan memberi dampak secara luas.
Anthony juga mengatakan teknologi berbasis crowdsourcing penting diterapkan untuk mengumpulkan data dari masyarakat luas. Crowdsourcing artinya pengumpulan data dilakukan lewat kumpulan data yang diambil dari sekelompok besar orang yang sedang menyalakan aplikasi.
“Crowdsourcing adalah ada orang berbondong bondong mengisi dan melaporkan ke gugus tugas. maka akhirnya pusat data terintegrasi adalah solusi penanganan corona, jadi AI, Big Data maupun crowdsourcing itu masuk ke pusat gugus tugas informasi itu akan jadi bank data yang valid,” tutur Anthony.
Kritik Koordinasi Pemerintah Lemah
Dihubungi terpisah, Pakar digital dari Vaksin.com Alfons Tanujaya juga mengatakan Indonesia telah memiliki kemampuan untuk mengelola Big Data. Akan tetapi koordinasi dan keterlibatan banyak pemangku kebijakan kurang sehingga terkesan berjalan sendiri-sendiri. Kurangnya koordinasi ini harus diselesaikan sebelum melangkah lebih jauh.
“Dari sisi teknis Indonesia memiliki kemampuan untuk mengelola Big Data. Usaha itu sudah terlihat dari banyaknya inisiatif dan aplikasi yang diluncurkan seperti PeduliLindungi dan 10 Rumah Aman.” ujar Alfons.
Alfons juga menyoroti minimnya optimalisasi georeference dan Big Data dalam PeduliLindungi. Pasalnya PeduliLindungi tidak memiliki fitur yang bisa membuat pengguna membagikan kondisi nyata di sekitar lingkungan. Riwayat perjalanan yang disimpan di PeduliLindungi baru dapat diakses otoritas apabila pengguna terjangkit corona.
Dari situ baru otoritas bisa mengakses riwayat perjalanan pasien corona tersebut dan bisa memberikan notifikasi kepada pengguna PeduliLindungi lain yang pernah berdekatan dengan pasien corona.
“Peduli lindungi termasuk aplikasi georeference dan big data namun implementasi dan aplikasinya masih belum optimal. PeduliLindungi hanya aktif di latar belakang dan tidak memberikan value added yang nyata bagi penggunanya,” ujar Alfons.
Teknologi Monitoring Masker di Indonesia
Korea Selatan punya platform dan aplikasi berteknologi big data di Korea Selatan, di mana salah satu contohnya adalah platform sistem suplai masker bagi kebutuhan publik. Melalui sistem tersebut pemerintah Korea Selatan dapat mengetahui jumlah stok masker untuk apotek.
Alfons yakin Indonesia bisa menerapkan platform dan aplikasi serupa, tapi hal ini membutuhkan data yang bisa diandalkan. Alfons mengatakan hal ini bisa diterapkan apabila produk Internet of Things (IoT) sudah diterapkan massal.
“Secara teori mungkin ini bisa diimplementasikan kalau IoT sudah aktif dan produk-produk yang ingin di pantau sudah memiliki identifikasi, jadi perjalanan produk otomatis akan termonitor dan terpantau bahkan sampai ke pengguna akhir,” kata Alfons.
Alfons menyarankan agar pemerintah harus cerdik untuk mendapatkan data-data yang bisa diandalkan. Ia mengatakan saat ini sebenarnya Indonesia sudah memiliki data yang tersimpan di instansi pemerintahan maupun perusahaan swasta.
“Data sebenarnya sudah ada dan hanya perlu ahli atau analis yang mengerti di mana mendapatkan data ini dan bagaimana mengolahnya sehingga menjadi berguna.,” kata Alfons.
(jnp/DAL)