Seorang pilot Amerka Serikat memandu pesawat drone Angkatan Udara Amerika Serikat MQ-9 Reaper saat mendarat di landasan di Pangkalan Udara Kandahar, Afganistan, 9 Maret 2016. (REUTERS/Josh Smith )
LENSAPANDAWA.COM – Militer AS mengatakan bahwa satu pesawat tanpa awak milik Amerika yang dilaporkan hilang di dekat ibu kota Libya bulan lalu, kenyataannya ditembak-jatuh oleh pertahanan udara Rusia.
Komando AS di Afrika menuntut dikembalikannya puing "drone" itu.
Penembakan seperti itu akan mempertegas peran kekuatan Moskow yang meningkat di negara yang kaya akan energi tersebut. Di sana, tentara bayaran Rusia dilaporkan ikut-campur atas nama komando yang berpusat di Libya Timur Khalifa Haftar dalam perang saudara di Libya.
Haftar telah berusaha merebut Ibu Kota LIbya, Tripoli, yang kini dikuasai oleh Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) –yang diakui masyarakat internasional.
Jenderal Angkatan Darat AS Stephen Townsend, yang memimpin Komando Afrika, mengatakan ia percaya operator pertahanan udara pada saat itu "tidak tahu itu adalah pesawat milik AS yang dikendalikan dari jauh ketika mereka menembaknya".
"Tapi mereka tentu tahu siapa pemiliknya sekarang dan mereka menolak untuk mengembalikannya. Mereka mengatakan mereka tidak tahu di mana itu tapi saya takkan tertipu," kata Twonseng di dalam satu pernyataan kepada Reuters –yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu. Tapi ia tidak memberi perincian.
Penilaian AS tersebut, yang sebelumnya tidak diungkapkan, menyimpulkan bahwa baik operator militer swasta Rusia maupun pasukan Haftar, yang bernama Tentara Nasional Libya, mengoperasikan sistem pertahanan udara pada saat "drone" itu dilaporkan hilang pada 21 November, kata Juru Bicara Komando Afrika, Kolonel Angkatan Udara Christopher Karns.
Karns mengatakan Amerika Serikat percaya operator pertahanan udara menembak pesawat AS itu setelah "keliru mengiranya 'drone' oposisi".
Seorang pejabat GNA mengatakan kepada Reuters bahwa tentara bayaran Rusia tampaknya bertanggung-jawab.
Pemerintah Rusia menolak mereka menggunakan kontraktor militer di ajang militer asing dan mengatakan setiap warga sipil Rusia yang mungkin berperang di luar negeri adalah tenaga sukarela.
Sumber: Reuters
Demikian berita ini dikutip dari ANTARANEWS.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.