Aksi solidaritas terhadap Papua di Surabaya. (Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono)
LENSAPANDAWA.COM – Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mengatakan tren pemblokiran internet yang terjadi di Papua sejak Rabu (21/8) lalu telah menjadi wabah yang turut menjangkit Indonesia. Jika dirunut, blokir akses internet pertama kali diterapkan pada 2011 ketika terjadi konflik di Mesir yang dikenal dengan Arab Spring (Kebangkitan Dunia Arab).
Direktur eksekutif SAFEnet mengatakan blokir internet saat Arab Spring saat itu bertujuan untuk menjaga situasi agar tidak menimbulkan konflik berkepanjangan.
“Iya ini [pemblokiran internet] sudah jadi tren ya, sebetulnya dari 2011, dari zaman Arab Spring pemerintah Mesir mematikan [internet] selama beberapa hari. Internet tidak bisa digunakan tujuannya untuk menjaga situasi agar tidak tercipta kerusuhan,” ujar Damar kepada awak media di kantor LBH Jakarta, Selasa (3/9).
Setelah Mesir, aksi serupa kemudian berlanjut ke Benua Afrika tepatnya Sudan dan Etiopia. Damar menerangkan keputusan menutup akses internet di dua negara itu terkait dengan hasil akhir perhitungan suara ketika pemilihan umum yang menimbulkan aksi protes besar-besaran.
Damar menjelaskan dulu pemutusan akses internet sementara dilakukan sebagai praktek yang kemudian diformalisasi. Ia mencontohkan India yang kemudian menjadi negara pertama di dunia yang membuat undang-undang terkait pemblokiran internet.
“Tadinya cuma sebagai sebuah praktik, sekarang formalisasi yang pertama mewujud dalam bentuk undang-undang di India merupakan negara pertama yang memiliki undang-undang internet shut down [mematikan internet],” ungkap Damar.
Sejak saat itu, selain India tren memblokir akses internet kemudian juga terjadi di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Damar menyebut Indonesia menjadi negara terakhir yang baru bergabung mempraktekkan ‘bungkam’ akses internet.
Berbeda dengan pembatasan akses yang pernah dilakukan saat demo di Jakarta, SAFEnet menilai pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat sebagai keputusan buruk. Ketidakjelasan mekanisme pemblokiran dan waktu pencabutan kembali blokir merugikan masyarakat di Papua.
“Menurut saya yang di Papua buruk karena tidak ada kejelasan tentang mekanisme, tidak ada kejelasan tentang kapan akan berakhir membuat banyak orang kelimpungan,” ucapnya.
“Tidak bisanya diakses layanan publik, informasi yang berimbang dari media karena semua hanya bersumber pada satu informasi yaitu apa yang ditulis oleh atau yang disampaikan pemerintah,” imbuhnya.
Setelah diblokir selama nyaris dua pekan, Menkominfo Rudiantara menyatakan akan membuka kembali akses internet secara bertahap mulai besok, Rabu (4/9). Rudiantara mengatakan malam ini akan melakukan rapat koordinasi untuk membuka akses internet.
“Nah ini sedang kita koordinasikan kabupaten dan kota mana saja. Malam ini mudah-mudahan sudah ada ini (datanya). Sehingga secara bertahap besok sudah bisa dilakukan, diaktifkan kembali layanan datanya di beberapa kabupaten, kota,” kata Rudiantara di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (3/9).