KENDARI – Lagi-lagi profesi wartawan menjadi sasaran pihak oknum aparat. Bagaimana tidak belum lama ini, sembilan jurnalis dari lintas media yakni cetak, TV dan Online, mendapat perlakuan intimidasi yang diduga dilakukan oleh oknum aparat di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Bahkan satu diantaranya kena teror lewat pesan berantai di media sosial WhatsAap. Kesembilan jurnalis ini yakni, Ancha (Sultra TV), Ronald Fajar (Inikatasultra.com), Pandi (Inilahsultra.com), Jumdin (Anoatimes.id), Mukhtaruddin (Inews TV), Muhammad Harianto (LKBN Antara Sultra), Fadli Aksar (Zonasultra.com), Kasman (Berita Kota Kendari) dan Wiwid Abid Abadi (Kendarinesia.id).
Peristiwa ini terjadi saat sembilan Jurnalis itu sedang melakkan tugas peliputan di Mapolda Sultra, Selasa (22/10/2019) kemarin. Dimana saat itu Polda sultra mendapat aksi Unjuk rasa (Unras) oleh Mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) terkait tewasnya dua Mahasiswa UHO Randi dan Yusuf pada beberapa waktu lalu.
Namun sayang saat tengah mengambil gambar dan Video tiba-tiba saja mereka di intimidasi oleh aparat. Dalam rilis yang diterima AmanahSultra.com, Ancha, jurnalis Sultra TV yang pertama kali mendapatkan tindakan intimidasi. Salah seorang diduga oknum polisi berpakaian sipil meminta Ancha untuk menghapus rekaman video saat salah satu anggota TNI dievakuasi dari lokasi kericuhan.
Oknum polisi itu sempat menanyakan identitasnya. Ancha pun menjawab bahwa dirinya adalah jurnalis sekaligus memperlihatkan ID Card. Mendengarkan jawaban itu, polisi memaksa Ancha untuk menghapus video. Karena merasa terancam, Ancha kemudian menghapus rekaman video yang ada di handycam-nya.
Kemudian menyusul Pandi Jurnalis Inilahsultra.com, ia juga mendapatkan tindakan yang sama. Polisi mencoba merebut handphonenya. Beruntung, ia sempat bertahan dan handphone miliknya tidak jadi direbut.
Sementara Wiwid Abadi dan Fadli Aksar mendapatkan teror dari aparat kepolisian agar menulis berita dengan hati-hati sembari memukul tameng dengan pentungan.
Beselang beberapa saat, giliran Jurnalis Berita Kota Kendari Kasman juga mendapatkan perlakuan yang sama, mereka dilarang mengambil gambar saat polisi menghajar salah satu massa aksi di samping gerbang keluar Mapolda Sultra.
Menyusul jurnalis Anoatimes.id, Jumdin mendapatkan intimidasi dan pelarangan mengambil gambar pada saat polisi mengamankan sejumlah massa aksi di Bundaran Kantor Gubernur Sultra.
Hal serupa juga dirasakan oleh Jurnalis Inews TV Mukhtaruddin, ia mendapatkan intimidasi agar video rekaman polisi yang menyeret salah satu massa aksi untuk dihapus. Namun karena ada salah satu anggota polisi yang mengenalnya, sehingga video miliknya tidak jadi dihapus.
Sama seperti lainnya, Muhammad Harianto wartawan LKBN Antara Sultra dan Ronald Fajar (Inikatasultra.com) mendapatkan intimidasi dari aparat saat mengambil gambar aparat yang menyeret salah satu massa aksi di depan gerbang BTN Azatata.
Karena handphone dalam mode terkunci, maka oknum polisi tersebut memaksa Ronald untuk membuka kuncinya. Karena merasa terancam, Ronald pun membuka mode kunci dan ia langsung menghapus semua dokumen foto dan video pada saat demonstrasi ricuh.
Setelah oknum polisi tersebut pergi, salah seorang polisi berpakaian provos kembali mendatangi Ronald untuk memastikan video tersebut sudah dihapus.
Tak cukup sampai disitu, Ronlad juga mendapatkan teror lewat via telepon seluler oleh oknum tertentu.
Pertama, oknum itu menanyakan alamat tempat tinggalnya dan mengatakan ada yang perlu dibicarakan. Setelah itu, Ronald membalas pesan Whatsapp itu dan menanyakan identitas oknum tersebut.
Bukannya menyebut indentitasnya, oknum tersebut malah mengirimkan foto Ronald sembari menanyakan “ini saudara ya?”
Pelaku sempat menelpon Ronald namun tidak diangkat. Oknum tersebut kembali mengirim pesan Whatsapp bahwa alamat kost Ronald di sekitar bundaran Kantor Gubernur Sultra dan meminta agar Ronlad menunggu di kostnya.
Terhadap teror itu, Ronald mengaku khawatir dan trauma akan keselamatannya. Saat ini Ronal telah diungsikan di daerah aman untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.
Untuk diketahui dalam melaksanakan tugasnya, jurnalis dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999. Pasal 2 dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 menegaskan, kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Dalam Pasal 4 ditegaskan, Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Bagi pihak yang menghalang-halangi kerja jurnalis, melanggar Pasal 18 ayat 1 yakni, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Lima ratus juta rupiah. (Rls FPRN)