Ilustrasi sepeda. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
LENSAPANDAWA.COM –
Siapa sangka krisis global serupa pandemi Covid-19 justru memantik kemunculan inovasi dalam sejarah manusia. Faktanya kehadiran sepeda pertama di dunia ternyata didorong oleh bencana alam di Indonesia sekitar 200 tahun lalu.
Bencana alam tersebut adalah letusan Gunung Tambora pada 1815 yang menewaskan lebih dari 71 ribu orang. Letusan bahkan disebut sebagai letusan gunung berapi terbesar kedua dalam kurun waktu dua ribu tahun.
Bahkan dampak letusan ini juga terasa di seluruh dunia dan menjadi krisis global. Krisis global ini disebut ‘Tahun tanpa Musim Panas’.
Gumpalan besar debu dan abu menyebar ke seluruh dunia, menghalangi matahari dan mengurangi suhu global. Penurunan suhu global ini disebabkan debu vulkanik dari Gunung Tambora menghalangi sinar Matahari.
Di China cuaca dingin membunuh pohon, tanaman, dan kerbau. Di Amerika Utara terjadi fenomena ‘kabut kering’ memerah matahari dan ada salju musim panas di New York.
Kerusuhan dan penjarahan terjadi di Eropa saat panen gagal. Harga makanan melonjak dan puluhan ribu orang meninggal karena kelaparan dan penyakit. Kuda kelaparan atau disembelih karena harga gandum yang tinggi memaksa orang untuk memilih apakah akan memberi makan hewan atau diri mereka sendiri.
Krisis akibat bencana alam ini ternyata mendorong adanya inovasi. Ialah Karl von Drais, seorang penemu asal Jerman yang merancang alat transportasi pribadi untuk menggantikan kuda.
Dilansir dari 1843 Magazine, Drais menciptakan alat kayu roda dua yang ia sebut Laufmaschine atau mesin berjalan.
Drais menciptakan alat transportasi yang memungkinkan manusia untuk duduk di sebuah pelana. Kala itu sepeda belum dilengkapi dengan mekanisme pedal dan rantai untuk menggerakkan roda.
Alat tersebut digerakkan oleh kaki manusia, kaki harus mendorongnya dengan cara memberikan hentakan di atas tanah, seperti menggunakan otopet atau skuter yang sempat ngetren pada tahun 2000-an.
[Gambas:Twitter]
Dalam sebuah demonstrasi, alat ini mampu menempuh jarak 40 mil atau sekitar 64 km dalam empat jam. Uji coba ini menunjukkan bahwa alat itu secepat kuda berlari, dan dapat ditenagai oleh penunggangnya tanpa banyak usaha.
Bagian tersulit adalah menjaganya tetap seimbang saat bergerak, hal ini membutuhkan latihan.
[Gambas:Twitter]
Dilansir dari Treehugger, alat ini dinamakan dengan velocipede atau draisine. Alat ini disebut merupakan kendaraan pertama yang menggunakan prinsip kunci desain sepeda modern, yaitu keseimbangan.
“Di mata orang modern menyeimbangkan pada dua roda tampak mudah dan jelas. Tapi itu tidak pada saat itu, dalam masyarakat yang biasanya hanya mengangkat kakinya dari tanah ketika menunggang kuda atau duduk di kereta,” tutur Sejarawan Hans-Erhard Lessing.
Masalah utama alat yang diciptakan Drais ini bersangkutan dengan kondisi jalan yang sangat buruk di saat itu. Mustahil untuk menyeimbangkan sepeda terlalu lama.
Satu-satunya alternatif adalah naik ke trotoar, namun alternatif ini membahayakan pejalan kaki. Alhasil sepeda ciptaan Drais mendapatkan pelarangan di sejumlah kota di dunia.
Milan melarang alat itu pada tahun 1818. London, New York dan Philadelphia melarang mereka dari trotoar pada 1819. Calcutta mengikutinya pada tahun 1820.
Pelarangan alat inovasi ini juga muncul karena dipicu oleh serangkaian panen yang baik setelah 1817. Panen ini mengakhiri tren velocipede. Manusia mulai kembali memanfaatkan kuda sebagai alat transportasi utama.
Meski begitu, penggemar velocipede terus meningkatkan desain sepeda. Penambahan pedal yang penting di desain sepeda terjadi di Prancis pada tahun 1860-an. Perbaikan lainnya termasuk rem yang lebih baik, rangka baja, roda logam ringan dan rantai untuk mengendarainya.
Pada akhir 1880-an elemen-elemen ini telah digabungkan ke dalam desain modern yang dapat diakui sebagai sepeda modern.
(jnp/DAL)