Kepala Seksi Penyidikan dan Penindakan Kementerian Komunikasi dan Informasi Syofian Kurniawan dalam jumpa pers di Gedung Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Rabu (19/2/2020) (ANTARA/Fathur Rochman)
LENSAPANDAWA.COM – Tim gabungan independen yang dibentuk Kementerian Hukum dan HAM mengungkapkan bahwa sebanyak 120.661 data perlintasan orang dari Terminal 2F Bandara Internasional Soekarno Hatta sempat tidak terdeteksi oleh Ditjen Imigrasi akibat terjadi ketidaksinkronan data pada aplikasi Perlintasan Keimigrasian dalam Sistem lnformasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM).
Ketidaksinkronan tersebut disebabkan tidak terkirimnya data catatan perlintasan kedatangan orang yang terdapat pada personal Computer (PC) konter terminal 2F Bandara Soetta, ke server lokal di bandara Soetta, serta ke server Pusat Data Keimigrasian (Pusdakim) pada Direktorat Jenderal Imigrasi, dalam periode 23 Desember 2019 hingga 10 Januari 2020.
"Diketahui bahwa sejak 23 Desember 2019 hingga 10 Januari 2020 terdapat 120.661 data perlintasan orang dari Terminal 2F yang tidak terkirim ke server lokal dan server Pusdakim di Ditjen Imigrasi," ujar Kepala Seksi Penyidikan dan Penindakan Kementerian Komunikasi dan Informasi Syofian Kurniawan dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu.
Hal tersebut dia kemukakan dalam jumpa pers terkait hasil kinerja tim gabungan dalam mengungkap fakta-fakta mengenai kesimpangsiuran kepulangan tersangka kasus suap proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku (HAR) dari Singapura ke Indonesia.
Adapun Syofian merupakan salah satu anggota tim gabungan yang terdiri dari unsur Kemenkum HAM, Direktorat Siber Kabareskrim, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan Kementerian Komunikasi dan lnformatika.
Syofian mengatakan Harun Masiku menjadi salah seorang yang data perlintasannya tidak terdeteksi saat tiba di Terminal 2F pada 7 Januari 2020.
Berdasarkan hasil penelusuran tim gabungan, diketahui bahwa tidak terkirimnya data dari PC konter Terminal 2F ke server lokal dan ke server Pusdakim pada rentang waktu tersebut, disebabkan adanya kesalahan konfigurasi URL ( Uniform Resource Locator) pada saat dilakukan proses "upgrading" SIMKIM V.1 ke SIMKIM V.2 pada 23 Desember 2019.
"Hal ini terjadi karena pihak vendor lupa dalam menyinkronkan ataupun menghubungkan data perlintasan pada PC konter Terminal 2F Bandara Soetta dengan server lokal Bandara Soetta dan seterusnya server di Pusdakim Ditjen Imigrasi," kata Syofian.
Data perlintasan 120.661 orang, termasuk milik Harun Masiku, baru terdeteksi oleh Ditjen Imigrasi setelah dilakukan proses perbaikan terhadap konfigurasi URL pada 10 Januari 2020.
"Data kedatangan atas nama Harun Masiku dari Singapura ke Indonesia pada tanggal 7 Januari 2020 baru terkirim ke server Pusdakim pada tanggal 19 Januari 2020 pukul 22:06:29 WIB, hal ini karena proses sinkronisasi data perlintasan dilakukan secara bertahap," kata Syofian.
Terkait kemungkinan adanya sanksi terhadap pihak vendor yang melakukan kelalaian tersebut, Syofian mengatakan bahwa hal tersebut bukan menjadi wewenang dari tim gabungan.
"Kami hanya merekomendasikan berkenaan berkaitan sistem sinkronisasi data, untuk sanksi itu ranah Pak Menteri," kata dia.
Lebih lanjut Syofian mengatakan bahwa sebenarnya Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sejak 11 Mei 2018 telah memberikan atensi dan prioritas terhadap perbaikan SIMKIM tersebut.
Hal ini diketahui dari lembar disposisi yang disampaikan Yasonna berisi pernyataan agar restrukturisasi SIMKIM segera dilakukan.
"Pastikan restrukturisasi SIMKIM berjalan sesuai rencana agar kualitas terbaik dan antisipasi kebutuhan pada masa-masa yang akan datang'," kata Syofian.
Selain itu, kata dia, Yasonna dalam sejumlah kesempatan juga menekankan agar restrukturisasi SIMKIM secepatnya diselesaikan. Hal itu dia sampaikan antara lain dalam Rapat Pimpinan Terbatas pada 30 September dan tanggal 5 November 2019.
KPK pada hari Kamis (9/1) telah mengumumkan empat tersangka terkait dengan kasus tersebut.
Sebagai penerima adalah mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan (WSE) dan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina (ATF). Sebagai pemberi adalah Harun dan Saeful (SAE), swasta.
Diketahui, Wahyu meminta dana operasional Rp900 juta untuk membantu Harun menjadi anggota DPR RI Dapil Sumatera Selatan I menggantikan calon terpilih anggota DPR dari PDIP Dapil Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Dari jumlah tersebut, Wahyu menerima sebesar Rp600 juta.
Sebelumnya, berdasarkan catatan imigrasi, Harun telah keluar Indonesia menuju Singapura pada hari Senin (6/1) melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang sekitar pukul 11.00 WIB. Sejak saat itu, Harun disebut belum kembali lagi ke Indonesia.
Namun, berdasarkan pengakuan istri Harun, Hildawati Jamrin dan rekaman kamera pengawas di Bandara Soekarno-Hatta yang beredar, Harus telah berada di Jakarta pada hari Selasa (7/1).
KPK pun sejak Senin (13/1) juga telah mengirimkan surat permintaan pencegahan ke luar negeri untuk tersangka Harun kepada imigrasi dan sudah ditindaklanjuti.
Di samping itu, juga dilanjutkan pula dengan permintaan bantuan penangkapan kepada Polri dan ditindaklanjuti dengan permintaan untuk memasukkan Harun dalam DPO.
Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny F. Sompie pada saat itu membenarkan Harun telah berada di Jakarta sejak 7 Januari 2020.
"Saya sudah menerima informasi berdasarkan pendalaman di sistem, termasuk data melalui IT yang dimiliki stakeholder terkait di Bandara Soetta, bahwa HM (Harun Masiku) telah melintas masuk kembali ke Jakarta dengan menggunakan pesawat Batik pada tanggal 7 Januari 2020," ujar Ronny saat dikonfirmasi wartawan di Jakarta, Rabu (22/1).
Ronny mengakui terdapat keterlambatan waktu (delay time) dalam pemrosesan data perlintasan di Terminal 2 F Bandara Soekarno Hatta ketika Harun Masiku melintas masuk pada 7 Januari 2020.
Demikian berita ini dikutip dari ANTARANEWS.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.