Sosiolog dari Universitas Indonesia Imam B Prasodjo. ANTARA/ Dokumen
LENSAPANDAWA.COM – Sosiolog dari Universitas Indonesia Imam B Prasodjo menyatakan bahwa negara bisa memberlakukan sanksi apabila masyarakat Indonesia masih belum menyadari pentingnya melakukan pembatasan sosial untuk mencegah penyebaran penularan virus corona baru COVID-19.
Imam dalam keterangan pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta, Jumat, menyimpulkan adanya masyarakat yang tidak mematuhi imbauan pembatasan jarak sosial untuk mencegah penularan virus dikarenakan masyarakat tidak menyadari pentingnya hal tersebut sebagai langkah pencegahan.
Selain itu, menurut Imam, ialah karena tidak adanya sanksi yang jelas apabila masyarakat tidak melakukan pembatasan interaksi sosial sehingga malah tetap berada di luar rumah atau bahkan mengunjungi tempat-tempat pariwisata.
"Harus ada regulasi, di saat yang sama ada sosialisasi untuk mendisiplinkan tentang tanggung jawab sosial. Itu yang harus ditargetkan di bangsa ini," kata Imam.
Dia mencontohkan di negara Italia yang menjadi episentrum penyebaran COVID-19 terbesar setelah China bahkan menurunkan aparat kemanan untuk mendisiplinkan masyarakatnya yang masih berkerumun di luar ruangan saat terjadi pandemi COVID-19 yang mencapai 41 ribu lebih kasus di negaranya.
"Oleh karena itu daripada itu berlakukan karena sudah mewabah, kita sekarang harus sadar sendiri dulu. Kalau kita tidak sadar juga, saya khawatir negara memaksa orang dilarang berkerumun karena tidak ada kesadaran, dan membahayakan keselamatan yang lebih besar," kata Imam.
Imam mengajak masyarakat Indonesia untuk berbaris mengatur barisan untuk melawan ganasnya penyebaran virus COVID-19.
"Berbaris berbeda dengan berkerumun, berbaris harus menyatukan langkah dengan satu visi. Ini bukan main-main, di negara lain sudah terjadi bagaimana dahsyatnya pengaruh virus yang mewabah," kata Imam.
Berdasarkan data per hari kemarin, jumlah kasus positif COVID-19 di Indonesia sebanyak 309 orang, bertambah 82 orang dibandingkan hari sebelumnya. Kasus kematian akibat penyakit tersebut menjadi 25 orang dengan tingkat kematian atau Case Fatality Rate 8,09 persen, dan 15 orang telah pulih dan diperbolehkan pulang.
Demikian berita ini dikutip dari ANTARANEWS.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.