Ilustrasi. (Foto: CNN Indonesia/ Bisma Septalisma)
LENSAPANDAWA.COM – Pemerintah memaksa industri otomotif nasional meningkatkan populasi kendaraan kendaraan rendah emisi guna menekan polusi udara di Indonesia.
Target pun dicanangkan, di antaranya melalui Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.
Dengan aturan itu, diharapkan 20 persen dari total penjualan kendaraan nasional adalah kendaraan ramah lingkungan seperti dikatakan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto beberapa waktu lalu.
Airlangga juga menargetkan motor listrik mencapai 2 juta unit atau 20 persen dari total produksi roda dua di Indonesia yang diprediksi menyentuh 10 juta unit pada 2025.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D Sugiarto menyampaikan target tersebut bisa terealisasi, namun dengan catatan meliputi kendaraan hybrid dan plug-in hybrid.
“Yang dikategorikan Pak Airlangga bukan cuma mobil murni listrik 100 persen. Karena buat kami yang disebut hybrid atau plug-in ini juga mobil listrik karena sudah ada unsur listriknya,” kata Jongkie, Jumat (18/10).
Menurut Jongkie mewujudkan target pemerintah tersebut ada syaratnya, di antaranya pemerintah harus mempercepat penerbitan regulasi harmonisasi tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan insentif kendaraan ramah lingkungan.
Dengan tarif PPnBM dan insentif baru, Jongkie bilang harga kendaraan ramah lingkungan jadi lebih murah dan sesuai isi kantong masyarakat. Dengan begitu target pemerintah tidak akan sia-sia.
Skema baru PPnBM merupakan salah satu aturan turunan dari Perpres kendaraan berbasis listrik yang diundangkan pada Agustus 2019. Regulasi tersebut membuat pengenaan PPnBM bukan lagi berdasarkan besar kapasitas mesin melainkan dinilai dari tingkat emisi gas buang.
Kabar terakhir regulasi PPnBM masih tahap finalisasi di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), tapi belum jelas kapan akan diterbitkan. Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat menjanjikan regulasi PPnBM dirilis pekan terakhir Juli 2019, namun dinilai mustahil karena Perpres kendaraan berbasis listrik meluncurkan pada Agustus
“Jadi dilihat dari pada target itu tidak terlalu muluk, bisa juga dicapai 2025, asalkan peraturan PPnBM segera diterbitkan,” ucap Jongkie yang menegaskan saat ini produsen setia menanti sistem perpajakan baru yang akan diterbitkan pemerintah.
“Kalau kami siap semuanya. Kami produsen punya semua ada plug in, ada hybrid, sampai listrik murni. Tapi sekarang tergantung perpajakan saja. Tapi kalau masih gunakan PPnBM lama berat karena harga masih mahal,” ucap dia.
Jongkie berharap segala sesuatu yang sudah dibahas antara pemerintah dan produsen terkait regulasi bisa cepat terbit agar semua target tercapai.
Respons Produsen Sepeda Motor
Dari sisi industri roda dua, produsen mengaku siap memenuhi target itu meski diakui masih pesimistis. Dijelaskan Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) Hari Budiarto untuk mencapai target 2 juta unit sepeda motor listrik tidak mudah dan penuh tantangan.
Hari memaparkan tantangan pertama yaitu menanti regulasi turunan Perpres kendaraan listrik. Semua produsen masih menanti juknis atau petunjuk teknis dari regulasi tersebut, apakah isi aturan nanti selaras dengan kegiatan bisnis produsen atau malah sebaliknya.
Kemudian Ia berbicara soal harga baterai kendaraan listrik yang saat ini masih relatif mahal. Harga baterai disebut berpengaruh besar terhadap harga jual motor listrik di Indonesia.
Salah satunya per unit motor listrik dijual Rp16 juta, konsumen dapat satu baterai gratis. Jika ingin membeli baterai cadangan harus menggelontorkan dana Rp6 juta.
Dalam kondisi saat ini baterai menjadi salah satu tantangan untuk memproduksi mobil dan motor listrik.
Hindari Pencapaian Target dari Barang Impor
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bima Yudhistira mengatakan untuk merealisasikan target ambisius pemerintah jangan sampai menjadi bumerang buat industri otomotif nasional.
Target boleh tercapai, tapi kata Bima Indonesia jangan jadi komoditas pabrikan otomotif global. Indonesia harus punya perencanaan matang menyambut era kendaraan ramah lingkungan.
“Jangan sampai juga industri kita ini serba barang impor. Baterai atau lainnya malah dari luar semua. Kesiapan bukan cuma dari manusianya, tapi juga komponen. Ini yang harus disiapkan sampai ke level supplier dalam negeri,” ucap Bima.
Demikian berita ini dikutip dari CNNINDONESIA.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.